Pemikiran
Yvonne Jewkes
Sering
kali dari pemberitaan di koran terkesan sangat menakut-nakuti masyarakat. Selain itu, sinetron teratur menggunakan
cerita berpusat di sekitar serius dan kekerasan kejahatan dalam rangka untuk
meningkatkan rating penonton. Hal ini mengakibatkan jadwal televisi penuh
dengan program-program tentang polisi, penjahat, tahanan dan pengadilan.
Mengapa kita (para penonton) terpesona oleh kejahatan dan penyimpangan? Apa
sebenarnya hubungan antara media massa dan kejahatan?
Para
teoritis perspektif yang akan dibahas dalam bab ini meliputi Media ‘effects’, Mass society theory,
Behaviourism and positivism, The legacy of ‘effects’ research, Strain theory
and anomie, Marxism, critical criminology and the‘dominant ideology’ approach,
The legacy of the Marxist dominant ideology approach, Pluralism, competition
and ideological struggle, Realism and reception analysis, dan Postmodernism and cultural criminology.
Media
‘Effect’
Pendekatan
ini menjelaskan mengenai seberapa besarkah media mempengaruhi manusia untuk
bertingkah laku menympang atau bertingkah laku jahat. Pendekatan ini
dilatarbelakangi oleh ilmu psikologis dengan basis pendekatan behavioral.
Pendekatan ini menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat yang tidak stabil
sehingga mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pada kajian ini, akan
mengeksplorasi dampak dari teori media massa dan behaviorisme psikologis,
setelah itu menguraikan bagaimana mereka memunculkan gagasan yang telah menjadi
suatu kebenaran: bahwa media gambar bertanggung jawab untuk mendegradasi moral
yang yang ada.
Bagian
ini telah menelusuri asal-usul dan perkembangan teori yang telah membentuk
jalan kriminologi dan studi media, dan berusaha untuk memberikan gambaran yang
luas mengenai hubungan dan konflik antara kejahatan dan media massa. Dengan
demikian,telah ditetapkan bahwa hubungan kriminologi dan media tidak hanya
dilihat dalam satu hubungan saja. Diperlukan berbagai perspektif agar
pengembangan konsep dapat dilakukan. Konsep-konsep dasar yang menjelaskan
menganai media massa dan kejahatan antara lain:
•
Media Effect: teori awal
menghubungkan media dan kejahatan yang ditandai oleh pandangan negatif dari
kedua peran dari media dan dipengaruhi juga oleh kerentanan dari penonton. Di
zaman ketidakpastian dan ketidakstabilan ini, ketika diyakini bahwa tindakan
manusia ini sangat ditentukan oleh kekuatan eksternal dan salah satunya adalah
media massa. Meskipun peneliti akademis di Inggris telah sangat ditentang upaya
untuk menegaskan adanya hubungan sebab akibat antara media dan kejahatan, namun
perdebatan ini masih sering dilakukan untuk menunjukkan bahwa media massa
berpengaruh besar terhadap kejahatan. Media mampu memicu konsekuensi negatif
atau anti-sosial pada wacana populer, termasuk yang telah dimasukkan ke dalam
kebijakan.
•
Strain theory dan anomie: pengembangan Merton tentang
anomie membantu kita untuk memahami bahwa strain
disebabkan oleh keterputusan antara tujuan budaya dan status, dan sarana untuk
mencapai tujuan tersebut. Keterputusan ini disebabkan berbagai upaya untuk
mencapai tujuan budaya, akan tetapi cara yang digunakannya telah melanggar
aturan masyarakat. Selain itu juga dijelaskan mengenai keterputusan ini
disebabkan oleh terpenuhinya cara-cara yang sah akan tetapi tujuan budayanya
telah menentang kesepakatan sosial.
Karya
Merton mengikuti teori Durkheim mengenai karakteristik masyarakat dan bagaimana
individu berjuang untuk mencapai solidaritas sosial. Keadaan tanpa norma ini
merupakan kecenderungan dari masyarakat yang ingin mencapai tujuan budaya
dengan cara yang salah, atau tidak mencapai tujuan budaya akan tetapi dengan
cara-cara yang dibenarkan. Keadaan ini dinamakan anomie karena segala aturan
dalam masyarakat telah pudar.
•
Dominan Ideologi: Dengan penemuan kembali tulisan-tulisan Marx tentang struktur
sosial, maka para ilmuan pada 1960-an dan 1970-an memfokuskan perhatian mereka
pada sejauh mana konsep 'diproduksi' secarapandangan ideologis. Menurut
pendekatan ideologi, kekuasaan untuk mengkriminalisasi dan dekriminalisasi
kelompok tertentu dan perilaku terletak dengan elite penguasa yang - dalam
proses yang dikenal sebagai 'hegemoni'.
Kelompok
kuat mencapai konsensus publik mengenai definisi dari kejahatan dan
penyimpangan, sertamendapatkan dukungan massa untuk langkah-langkah kontrol dan
penahanan, bukan dengan kekerasan atau paksaan, tetapi dengan menggunakan media
untuk halus membangun makna ideologis yang kemudian diartikulasikan menjadi
wacana (Stevenson, 1995).
Pluralisme:
Perspektif ini muncul sebagai tantangan untuk model hegemoni media dalam hal
kekuasaan. Pluralisme menekankan keragaman dan pluralitas saluran media yang
tersedia, sehingga melawan gagasan bahwa ideologi apapun dapat menjadi dominan
untuk waktu yang lama jika tidak tidak mencerminkan apa yang orang pengalaman
untuk menjadi kenyataan.
•
Postmodernisme dan kriminologi budaya: Postmodernisme adalah hal tunduk untuk
memahami dan menyatakan bahwa ada 'karakteristik mendefinisikan' dari
postmodernisme, mereka termasuk: akhir dari setiap keyakinan dalam rasionalitas
ilmiah menyeluruh: ditinggalkannya teori empiris kebenaran, dan penekanan pada
fragmentasi pengalaman dan diversifikasi sudut pandang. Para postmodernis
menolak klaim kebenaran yang diusulkan oleh 'teori besar'.
Dalam
kriminologi, postmodernisme menyiratkan ditinggalkannya konsep kejahatan dan
pembangunan dan cara berpikir untuk menentukan proses kriminalisasi dan
kecaman. Kriminologi budaya mencakup ide-ide postmodern dan mendasari mereka
dengan beberapa kekhawatiran belum didirikan lebih 'radikal'.
Pemikiran Vincent F. Sacco
Berita
dalam media adalah bagian penting dari proses perubahan dari masalah individual
menjadi maslaah publik. Hal ini mengakibatkan kejahatan-sebagai korban atau
pelaku-yang berubah menjadi isu-isu publik. Konstruksi sosial kejahatan dapat
dipahami sebaga jenis hubungan yang menghubungkan kantor berita ke sumber
mereka, dan organisasi.
Kejahatan
yang disajikan dalam media massa antara lain seperti resesi ekonomi, kurangnya
perumahan yang terjangkau, atau perawatan kesehatan yang tidak memadai, dan
masalah publik. Untuk masalah kejahatan personal, kerugian atau cedera bersifat
sangat pribadi. Sejumlah studi isi media telah mendokumentasikan fakta bahwa
laporan kejahatan adalah komoditas berita tahan lama. Analisis isi media
menunjukkan bahwa berita itu menyediakan peta dari dunia peristiwa kriminal
yang berbeda dalam banyak hal dari satu disediakan oleh statistik kejahatan
resmi.
Produksi
berita cenderung akan mencari berita dengan jumlah penonton yang tinggi,
sehingga akan meningkatkan rating penonton. Tujuan utamanya adalah untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari berita tersebut. Pemberitaan
kejahatan yang terjadi secara personal dan mengangkatnya untuk masyarakat
menrupakn trik media untukmenebarkan berita dan ketakutan. Secara langsung
maupun tidak langsung, akibat pemberitaan yang bersifat generalisasi ini, media
telah mengkonstruksi pemikiran masyarakat akan kejahatan.
Dampak
laten dari pemberitaan ini adalah menciptakan kepanikan dan ketakutan bagi
amsyarakat. Sedangkan dampak manifest dari pemberitaan ini adalah emnciptakan
konstruksi masyarakat dan perspektif masyarakat terhadap kejahatan. Kejahatan
telah didefinisikan oleh media dan selanjutnya ditanamkan pada paradigma
masyarakat.
No comments:
Post a Comment