Monday, November 22, 2010

Kleptokrasi

SEPERTINYA sudah tidak dapat diperbaiki kembali birokrasi negara ini, saat kasus mafia hukum dan lemahnya lembaga penegakan hukum kembali menampar istilah “and justice for all”. Hukum yang diagung-agungkan tersebut nyatanya hanya berlaku pada sebagian orang. Tidak pada kalangan yang satu ini, “birokrat dan korporat”. Sehingga muncullah istilah white-collar crime yang mempunyai kedudukan tersendiri dalam ilmu kejahatan.

Mafia hukum merupakan kejahatan yang dilakukan oleh individu dan kejahatan yang dilakukan oleh organisasi. Lahirnya mafia hukum adalah akibat dari praktik penyimpangan yang dilakukan oleh birokrat atau korporat. Sikap kejahatan mereka berupa tindakan yang mengakali hukum, karena pengatahuan tentang hukum dan celah menjebolnya. Jadi, penyimpangan terjadi bukan karena kekurangtahuan atau bodoh, akan tetapi penyalahgunaan pengetahuan untuk membodohi.

Konsep white-collar crime tipe individual profession, yaitu pola kejahatan yang dilakukan oleh kaum professional, yang melakukan kejahatan sesuai dengan profesinya. Sebagian besar praktik mafia hukum terjadi pada kategori ini, karena adanya pengetahuan yang lebih tentang celah-celah hukum yang dapat diakali. Para profesional akan banyak tahu akan masalah hukum yang terkait bidangnya tersebut. Dasar dari pelanggaran di bidang profesional ini akibat dari hilangnya kontrol dalam mengatur ego agar mendapatkan keuntungan.

Menurut Prof. Mustofa, guru besar kriminologi, pola white-collar crime di Indonesia ada karena persekongkolan antara birokrat dan korporat. Korban dari kejahatan yang dilakukan oleh birokrat dan korporat tersebut adalah negara. Kerjasama yang saling menguntungkan antara kalangan menegah ke atas mengakibatkan praktik ingin mempertahankan jabatan sangat sering terjadi. Dengan berlindung pada orang ahli hukum, para mafia hukum akan melakukan bentuk gratifikasi agar rencanannya lancar beserta jabatannya aman.

Sebagai solusi, kita harus menelaah kembali ke dalam penelitian Sutherland, seorang pencetus white-collar crime. Sutherland mengungkapkan bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan kepada pelaku white-collar crime merupakan sanksi administratif, padahal kerugian yang diakibatkan oleh pelaku white-collar crime tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kejahatan konvensional yang berupa perampokan dan pencurian. Jadi, kita harus setuju jika tindakan pelanggaran hukum dalam kategoiri white-collar crime dijatuhi sanksi pidana, karena merupakan suatu kejahatan

Sanksi administratif tidak membuat efek jera terhadap pelaku kejahatan white-collar crime, lantaran kemampuan mengatur dan mendapatkan uang dengan mudahnya membuat para pelakunya dapat melakukan apa saja bila hanya membayar uang. Dibutuhkan suatu shock therapy bagi para pelanggar white-collar crime seperti hukuman mati bagi terpidana korupsi dan penyimpangan pemanipulasian hukum. Ini akan memberikan efek yang sangat jelas bagi aparat yang bekerja di kalangan birokrat dan korporat.

Pada dasarnya, perilaku kejahatan adalah pengaruh dari degradasi moral pada masyarakat. Rendahnya moral dalam etika profesi tersebut membuat suatu penyimpangan sering terjadi, karena ego masing-masing akan selalu ditonjolkan agar mendapatkan keuntungan. Rendahnya moral juga membuat manusia menjadi bebas melakukan apa saja, sehingga mereka melakukan segala cara unuk mendapatkan sesuatu, meskipun itu buruk.

Berdasarkan penology, proses penghukuman bagi terpidana untuk kategori white-collar crime adalah sama seperti kategori kejahatan lainnya. Ini harus ditegaskan, karena bila dari sudut pandang hukum, semua manusia di bawah kuasa yang sama. Tidak ada pembedaan seperti pada pandangan sosiologi, ini semua demi ketegasan penegakan hukum dan penghapusan praktik mafia hukum. Bila ditinjau pada pandangan sosiologi, cara yang tepat adalah perbaikan moral dari para korporat dan birokrat.

Dani Satria
Mahasiswa Departemen Kriminologi
FISIP Universitas Indonesia

Ketika "Dewi Keadilan" Tanpa Penutup Mata

BUKAN hal yang asing lagi di negeri ini tentang kasus mafia hukum. Kasus Gayus yang sedang marak ini menjadi pembuktian dan aktualisasi lemahnya kekuasaan hukum terhadap pelanggarnya. Kekuatan yang tidak dapat memaksa terdakwa dikarenakan kurang tegasnya para penegak hukum. Penegak hukum seperti inilah yang membuat cacat suatu keadilan dalam masyarakat, lantaran superego yang terbujuk nafsu.

Diperlukan suatu komitmen yang tinggi untuk penegak hukum, lantaran kinerja aparat sangat mengecewakan. Di ilmu etika profesi, hal yang dilakukan penegak hukum adalah tindakan ‘bodoh’ yang sangat tidak bertanggung jawab. Mereka telah membohongi serta memanipulasi hukum hanya dengan gratifikasi dari pelanggar hukum. Tindakan yang tidak mencerminkan aparat hukum, kinerja yang hanya dengan mudah bila diberi suap. Rusaknya birokrasi negeri ini menyebabkan semua elemen masyarakat melakukan tindakan yang tidak menganut etika.

Melihat kondisi demikian, langkah untuk memperbaiki sistem yang kacau adalah dengan penanaman ideologi etika profesi. Ideologi yang ditanamkan kepada aparat dimulai saat pemerintah melakukan rekrutmen anggotanya. Sebuah regenerasi dengan calon anggota yang benar-benar beretika serta berakhlak. Kurangnya para pemimpin atau aparat yang berakhlak menyebabkan godaan semacam apapun dapat merayu agar hukum dapat dibobol. Penanaman etika dalam suatu pekerjaan harus benar-benar mendarah daging dalam tubuh aparat. Meskipun hal ini sulit dilakukan di Indonesia lantaran ideologi ‘mafia hukum’ terus menggerogoti pemikiran aparat yang berorientasi pada ego.

Langkah selanjutnya adalah menghukum para penegak hukum yang melanggar hukum. Ini akan mengakibatkan efek jera agar para aparat tetap mematuhi etikanya sebagai penegak hukum. Norma sosial dan norma hukum yang dipulihkan agar semua elemen manusia Indonesia selalu patuh. Hal yang terpenting adalah penerapan akhlak dalam kehidupan akademik dan profesi, penanaman kesadaran tentang hak dan kewajiban, dan penguatan nilai spiritual.

Semoga para aparat cepat tersadar akibat kasus mafia hukum ini, karena ini dapat menghancurkan tatanan hukum yang ada. Hukum di Indonesia ibarat ‘Dewi Keadilan’ yang membawa pedang, akan tetapi tidak memakai penutup mata. Alhasil, hukum mengidentifikasi siapa pelanggarnya dan akan selalu bimbang dalam keputusannya. Seperti kondisi sekarang, hukum dapat ditaklukkan dengan uang melalui gratifikasi. Hal ini membuat hukum di Indonesia bagaikan mata pisau, yang tajam bagi kalangan bawah dan tumpul bagi kalangan atas. Ironis sekali terlihat bahwa hukum hanya mengatur masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi rendah.

Kasus-kasus ‘mafia hukum’ ini dapat menjadi tamparan bagi pemerintah agar selalu menekankan pada birokrasi yang tepat. Selama birokrasi di Indonesia tetap seperti ini, bukan mustahil suatu ketidakadilan yang menghsilkan kekecewaan masyarakat akan terjadi. Kekecewaan tersebut akan berdampak pada ‘amuk massa’ yang banyak terjadi pada tahun ini. Semua sistem pemerintahan akan hancur ketika masyarakat sudah tidak percaya lagi pada para aparat beserta pemimpinnya.

Sebagai generasi muda, kita harus dapat mengoreksi serta memperbaiki sistem rusak yang terjadi saat ini. Tindakan yang cacat dari generasi tua, jangan diulangi kembali. Saatnya generasi muda berbenah diri serta mempersiapkan diri untuk melanjutkan tongkat estafet dalam sistem pemerintahan Indonesia. Jika kita, generasi muda melakukan kesalahan yang sama dilakukan oleh generasi tua, maka sebaiknya kita tutup saja semuanya, karena kita pun tak dapat menjadi contoh bagi generasi berikutnya.

Dani Satria
Mahasiswa Departemen Kriminologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia

Wednesday, November 17, 2010

Faktor Penyebab Keanekaragaman Kebudayaan di Indonesia

Oleh : Dani Satria, 1006707974
Definisi kebudayaan
Kebudayaan adalah pola suatu masyarakat secara umum pada suat wilayah dalam menjalani kehidupan di dalamnya, secara rasional dengan kebiasaan dan aturan yang dianggap baik serta diwariskan ke generasi berikutnya.
Keanekaragaman adalah sesuatu yang berbeda jenisnya dan banyak jumlahnya.
Faktor penyebab diversifikasi kebudayaan
Faktor Internal
Ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan memengaruhi keanekaragaman kebudayaan karena semakin banyak akses dan input informasi akan mengubah pola pikir manusia agar melakukan tindakan secara efisien serta terkendali sesuai logika yang mereka miliki. Perbedaan akses informasi atau pengetahuan dari masyarakat satu dengan masyarakat lain akan membuat kebudayaan mereka berbeda. Sebagai contoh, akses informasi di Pulau Jawa dengan Pulau Papua menyebabkan kebudayaan mereka sangat berbeda, terutama pada mereka yang hidup di perkotaan dengan yang hidup terisolir. Masyarakat kota memiliki kebudayaan yang plural sedangkan masyarakat terisolir masih kental dengan kebudayaan mereka sendiri yang dianggap penduduk kota sebagai ‘primitif’.
Kebutuhan
Kebutuhan memengaruhi keanekaragaman kebudayaan karena, tingkat yang harus dipenuhi setiap manusia berbeda-beda, hal ini akan membentuk suatu perbedaan kebudayaan pada masyarakat. Kebutuhan adalah, sesuatu yang harus dipenuhi agar dapat bertahan hidup pada lingkungan dan situasi tertentu. Sebagai contohnya, kebutuhan masyarakat pegunungan dengan masyarakat pantai akan berbeda. Kebutuhan masyarakat pegunungan dan pantai berbeda dalam hal pakaian, makanan, serta pola interaksinya.
Bentuk fisik
Bentuk fisik memengaruhi keanekaragaman kebudayaan karena setiap suku atau ras pada masyarakat, sebisa mungkin kebiasaannya akan menyesuaikan dengan bentuk fisiknya. Sebagai contoh, orang Papua yang badannya besar serta berotot akan lebih banyak tarian yang dinamis serta berenergi dibandingkan orang Jawa yang kecil yang memiliki pola tarian adat yang lembut.
Faktor Eksternal
Topografi
Topografi memengaruhi keanekaragaman kebudayaan karena bentuk muka bumi sangat membedakan dalam hal tingkah laku manusia.nTopografi adalah bentuk permukaan bumi seperti, tinggi rendahnya serta tingkat kelembapan daerahnya. Sebagai contohnya, mayarakat yang hidup di daerah gersang dan berbatu akan bersikap keras dalam pola interaksi dengan sesamannya. Sedangkan mayarakat yang hidup pada daerah dataran rendah serta memiliki kelembapan udara tinggi, akan memiliki pola interaksi dengan sesamannya yang relatif lembut.
Interaksi dengan kebudayaan lain
Interaksi memengaruhi keanekaragaman kebudayaan karena tingkat pergaulan akan membuat informasi dari luar masuk kedalam budaya setempat, sehingga akan muncul suatu akulturasi yang akibatnya adalah penyesuaiaan kebudayaan serta kebiasaan dan menghasilkan suatu pola yang baru. Sebagai contohnya, interaksi di perkotaan dengan interaksi di pedesaan akan sangat membentuk karakter kebiasaan kedua wilayah tersebut. Poka interaksi di kota yang sangat plural dan sangat individual, sedangkan di pedesaan yang homogen dan saling ketergantungan.

Monday, November 15, 2010

Pandangan Futorologi Budaya Jawa Tahun 2500

Setelah mengikuti kuliah Pengantar Anropologi, saya diceritakan berbagai hal mengenai karakteristik kebudayaan. Salah satu karakteristik tersebut bahwa kebudayaan itu bersifat adaptif. Suatu kebudayaan tersebut menyesuaikan dengan kondisi jaman dan perkembangannya, jadi seolah-olah kebudayaan itu berevolusi.
Evolusi kebudayaan ini tidak akan bisa menghapus ideologi yang tertanam dipikiran masyarakatnya secara cepat, karena ideologi menyatu dengan tindakan secara turun-temurun. Hal ini yang yang saya pahami ketika mengikuti kuliah tersebut. Bahwa suatu saat nanti kebudayaan yang kita jalankan akan berubah mengikuti perkembangan zaman, terutama teknologi.
Acara pernikahan adat Jawa
Sebelum membahas tentang masa depan, terlebih dahulu kita bicara tentang kebudayaan sekarang di Tanah Jawa. Dari zaman majapahit sampai sekarang ini, acara pernikahan di Jawa mengalami beberapa perubahan. Perubahan ini berupa inovasi-inovasi artefak yang dipergunakan dalam upacara tersebut.
Acara pernikahan yang sakral ini, telah ada sebalum Islam masuk ke Tanah Air. Dari kebudayaan Hindu dan Budha, sampai kedatangan Islam membuat banyak akulturasi didalam prosesi upacara pertalian sepasang kekasih. Kebudayaan yang bersifat adaptif memang berlaku pada kasus ini, yang menjelaskan tentang proses penyesuaian dengan kondisi masyarakat yang ada.
Tata cara upacara pernikahan di Jawa sekarang ini, masih terasa kental aura ‘kejawen’. Meskipun zaman sudah modern sekarang ini, prosesi dan tata cara upacaranya pun tidak ada yang dihilangkan. Semua aturan leluhur yang ditanamkan pada masyarakat Jawa bersifat filosofis tinggi, sehingga terdapat sebuah pantangan untuk dilanggar.
Konsep yang diperbarui adalah berupa inovasi yang zaman sekarang merupakan sesuatu hal yang lazim. Sebagai contohnya, dalam upacara ‘Kucur-kucur’, sang calon suami akan menuangkan sekantong beras kuning kepada sang calon istri yang juga membawa kantong kosong. Hal ini menandakan bahwa suami akan berusaha menafkahi istrinya. Pada saat ini, dalam upacara ‘Kucur-kucur’ tersebut berupa prosesi penuangan sekantong koin ke kantong istr yang kosong. Ini adalah bentuk inovasi saat ini yang menjadi adaptasi kebudayaan prosesi pernikahan Jawa.
Acara pernikahan adat Jawa di masa depan
Menurut pandangan futorologi, di masa depan, upacara pernikahan adat Jawa akan mengalami perubahan dalam hal artefak. Yaitu, diprediksi di masa depan pada tahun 2500 akan terjadi perbadaan alat-alat pemenuhan hidup. Seperti, uang pada zaman sekarang akan berubah menjadi chip elektrik. Uang uang kita pakai sekarang ini, tidak dianggap efektif di masa depan. Selain itu, masalah makanan yang kita makan berupa pil pada masa depan. Pandangan futurologi ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang sangat cepat.
Jadi, pada prosesi ‘Kucur-kucur’, bentuk barang yang dituangkan pada kantong istri berupa chip elektrik atau pil makanan. Hal ini bukan suatu hal yang mustahil, karena perkembangan IPTEK akan mengubah artefak dalam suatu kebudayaan. Akan tetapi, ideologi Jawa yang dianutnya masih dipakai. Karena berada di tanah jawa, efek dari ideologi leluhurnya akan terus dipakai selama orang dari suku Jawa ada.
Studi tentang futorologi ini dudah diprediksi oleh para futurolog, dengan mengumpulkan bukti-bukti dari zaman sekarang untuk diolah dan menganalisa masa depan. Akan tetapi, perkembangan teknologi di dunia ini bagaikan deret geometri dan kebudayaan manusia seperti deret aritmatika. Perubahan teknologi yang cepat dan perkembangan kebudayaan akan saling sulit dicari titik temunya. Maka dari itu, meskipun tingkat kecanggihan teknologi kita sangat maju, tak ada alasan kita maninggalkan hal yang merepotkan : Tradisional.

Dani Satria

Budaya Mencari Kambing Hitam

Maraknya kekerasan massa yang terjadi akhir-akhir ini berdampak pada kondisi psikis masyarakat tentang suatu keamanan di negara kita. Kita telah menyaksikan beberapa berita kekerasan massa di Tarakan dan lain sebagainya, yang dapat menganggu keresahan masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Sepertinya, kekerasan merupakan cara paling efektif untuk menyelesaikan masalah di negeri ini.
Kekerasan di dunia kerja, akademik, dan masyarakat, merupakan bukti bahwa premanisme adalah budaya masyarakat demi menjadi paling hebat, bahkan penguasa. Sikap yang tidak mau mengalah ini meyebabkan susah dicarinya suatu titik temu masalah dengan cara damai. Dengan memuaskan ego dan tidak melihat sudut pandang yang berbeda akan menghancurkan suatu kebijaksanaan.
Demi memenuhi semua hak yang harus diperoleh, mereka rela melakukan apapun untuk mendapatkannya. Padahal suatu kewajiban yang seharusnya dipenuhi selalu dilupakan : Kita hidup di masyarakat yang heterogen dan seharusnya kita hidup berdampingan. Masyarakat kita memang belum bisa menghormati sesuatu, seperti perbedaan pendapat dan perselisihan.
Meskipun kita hidup di masyarakat heterogen, kita harus punya prinsip dalam masyarakat, yaitu bagaimana kita harus bisa hidup dikondisi yang plural seperti ini. Ini merupakan prinsip agar kondisi masyarakat yang ditinggalinya bisa stabil dan setiap ada konflik dapat diselesaikan dengan damai. Bahkan, jika suatu konflik tak dapat diselesaikan dengan damai, biarlah pemerintah dan lembaga hukum yang menanganinya. Dan kita harus menghargai itu, meskipun tidak adil.
Ketidakadilan pemerintah dalam menyelesaikan suatu kasus menjadi pemicu suatu pertikaian massa. Memang, suatu keadilan ditinjau dari segi sosiologis bersifat nisbi. Akan tetapi, kitalah yang selalu ingin menang dan sulit menerima kekalahan adalah bukti kita menganggap suatu keadilan menjadi suatu yang mutlak dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, hukum yang sebenarnya yang telah disepakati adalah jalan keluar untuk semua masalah ini. Dan penegakan hukum yang tegas harus dijalankan dengan benar. Kerena hukum dan pandangan sosiologis sangat sulit dicari titik temunya.
Ditinjau dari segi sosiologis, penyebab terjadinya suatu kekerasan massa adalah kekecewaan masyarakat dan perlakuan tidak adil aparat dilapangan. Kinerja aparat dilapangan tidak melakukan tugasnya secara tepat, tetapi kekurangtegasan dalam pengambilan keputusan adalah salah satu faktornya. Kemudian aparat mencari kambing hitam dalam suatu konflik tersebut agar semua masalah bisa teratasi, yaitu kelompok paling kecil dari suatu massa. Kelompok kecil tersebut dijadikan pihak yang bersalah atas semuanya, sehingga kekecewaan kelompok kecil akan melakukan suatu balas dendam dengan penuntutan kepada aparat dan kelompok besar secara anarki.
Dalam menyelesaikan masalah massa dengan cara mencari kambing hitam merupakan tindakan yang dapat merusak kondisi stabilitas heterogenisasi. Dalam prinsip dalam diri, kita harus bisa menanamkan kepercayaan dan bermoral. Karena penyimpangan, pelanggaran hukum dan kejahatan, semuanya berasal dari baik buruknya moral kita terhadap kepercayaan dan masyarakat.


Dani Satria
Kriminologi UI

Anggaran Khusus : Swadaya Masyarakat Setempat

Bencana alam memang sering terjadi secara tiba-tiba dengan tingkat kesiapan para korban yang sangat minim. Masalah utamanya adalah bantuan pasca bencana yang dirasakan sangat lambat. Untuk mengatasi hal demikian, diperlukan informasi yang cepat tentang prediksi bencana agar program tanggap bencana dapat dijalankan. Minimnya informasi dari penelitian bencana ke pemerintah pusat maupun daerah menjadi kendala sulitnya prediksi bagi pemerintah untuk memberikan bantuan.
Untuk menghindari hal tersebut, masyarakat daerah seharusnya membuat anggaran khusus untuk menanggulangi paceklik pasca bencana. Program ini dilakukan ketika sebelum terjadi bencana alam, dengan kerjasama membentuk ‘lumbung makanan’ untuk daerah tersebut. Istilah ‘lumbung makanan’ berarti bahwa semua hasil iuran swadaya masyarakat setempat dikumpulkan sebagai penanggulangan bila bantuan sulit datang. Masyarakat setempat pastinya sudah sadar akan hal itu, karena telah hidup di dalam daerah bencana. Alasan logis mengapa masyarakat enggan meninggalkan daerah rawan bencana tersebut adalah seperti kesuburan tanah bagi daerah lereng gunung. Jadi, sebagai contoh hasil pertanian lereng gunung yang subur akan disisakan sebagian untuk dibuat sumber dana atau makanan bila terjadi bencana kelak.
Anggaran khusus bencana dari pemerintah tidak semuanya di gunakan oleh korban bencana. Karena di dalam anggarannya, pemerintah menggungakan anggarannya untuk membangun infrastruktur yang rusak. Pembangunan infrastruktu akan mengembalikan stabilitas ekonomi dan sosial karena fasilitas publik akan menunjang pemulihan masyarakat setelah bencana. Sedangkan angaran untuk para korban masih sangat minim, oleh karena itu perlu kerjasama antara semua elemen masyarakat di semua wilayah untuk memberikan donasi kepada korban bencana. Hal ini akan lebih efektif daripada menunggu pemerintah yang lambat dalam pemberian dana. Sehingga korban akan sigap terbantu oleh ‘lumbung makanan’ yang sudah disiapkannya sebelum bencana.
Kerjasama antara pemerintah dengan lembaga penelitian bencana harus harmonis. Setiap informasi harus segera dikirim ke pusat dan pemerintah daerah. Ketika ada informasi tentang akan datangnya bencana, pemerintah langsung menyiapkan anggarannya bagi calon korban bencana. Meskipun pada akhirnya tidak terjadi bencana, pemerintah harus tetap memberikan anggaran khusus untuk daerah rawan bencana tersebut. Anggaran dari pemerintah ‘khusus korban’ harus digalakkan untuk menghindari kesenjangan ekonomi pasca bencana,
Sistim informasi prediksi bencana harus tetap memantau suatu bencana seperti Gunung Berapi maupun Gempa Bumi. Seperti yang terjadi di Mentawai, sistim informasi gempa sanat minim karena pemeliharaan alat-alat prediksi gempa atau Tsunami sudah tua bahkan ada yang di curi. Hal teknis demikianlah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar selalu memantau alat-alat prediksi dini bencana. Masyarakat daerah dan pemerintah daerah juga harus turut dalam pemeliharaan sistim prediksi dini bencana agar tidak terjadi ‘kaget bencana’ akibat ‘human error’ seperti pencurian alat bahkan pengrusakan alat sistim prediksi dini.
Meskipun prediksi bencana memang sangat sulit dilakukan, alangkah baiknya jika semua masyarakat di Indonesia agar tetap waspada terhadap bencana dari bawah tanah. Tidak hanya itu, bencana akibat ulah manusia juga perlu diwaspadai seperti banjir yang bukan merupakan bencana bagi kota besar karena sudah benjadi tradisi. Sangat ironis sekali mendengar ‘tradisi bencana’ akibat ulah manusia itu sendiri. Sudah saatnya kita berbenah diri membangun kembali harmoni alam alam yang sudah rusak akibat ulah manusia. Tidak ada daerah di Bumi yang tanpa bencana. Bencana alam maupun bencana sosial akan selalu meliputi kehidupan manusia, karena Bumi punya cara sendiri dalam mengatur penghuninya.

Dani Satria
Kriminologi

Hidup Berdampingan Bahaya

Kejadian bencana seperti Tsunami, gunung meletus, gempa bumi dan hujan meteor adalah suatu fenomena alam yang tidak diakibatkan oleh manusia. Kejadian gempa bumi adalah proses penetabilan kerak bumi akibat perubahan mantel bumi yang lebih cair. Gempa bumi terjadi ketika batuan mengalami peretakan di bawah tanah saat dua lempeng tektonik bergesekan satu sama lain pada sesar geser. Sentakannya menimbulkan getaran atau gelombang kejut di bawah tanah yang menjalar melalui Bumi, naik ke atas dan menyebar sepanjang permukaan. Semakin panjang pecahannya, gempa yang terjadi semakin besar.
Tempat yang paling aktif kegiatan gunung apinya di Bumi adalah di pematang tengah samudera. Litosfernya pada umumnya tipis dan mantelnya dekat dengan permukaan. Jadi, hal ini membuat daerah ini rapuh akan gerakan mantel yang labil.
Bagaimanapun kehidupan sudah dimulai di atas Bumi, kehidupan telah bertahan, dan telah terjadi di permukaan Bumi yang senantiasa berubah. Manusia bersedia hidup berdekatan dengan sumber bahaya, seperti gunung dan sesar yang menyebabkan gempa Bumi, karena keuntungan lainnya seperti kesuburan tanah, yang ditawarkan daerah-daerah tersebut. Hal ini yang mendorong manusia tetap tinggal meskipun berada pada posisi yang sangat berbahaya.
Indonesia dengan gunung berapinya sering mengalami gempa Bumi yang merupakan salah satu tanda bahaya akan datangnya letusan. Letusan ini berpola sesuai dengan cincin api yang terbentuk pada sesar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Salah satu letusan terbesar yang pernah tercatat, terjadi di Tambora pada tahun 1815. Debu dan gas yang dilepaskan menyebar melalui atmosfer, mengurangi jumlah cahaya matahari yang mencapai bumi. Letusan ini menyebabkan cuaca buruk di Bumi yang terjadi selama dua tahun, membuat tahun 1816 dikenal sebagai “tahun tanpa musim panas”.
Hal untuk memprediksikan kapan sebuah gunung berapi siap untuk meletus adalah adanya proses fisis yang mengawali sebuah letusan, seperti “lindu” gempa dan semburan gas. Perlu penanaman pengetahuan kepada masyarakat yang bermukim pada daerah bencana, seperti daerah pesisir pantai dan lereng gunung. Pengetahuan tentang antisipasi bencana sangat penting untuk meminimalisir jumlah korban. Pengetahuan bencana akan membuat masyarakat akan selalu waspada bila terjadi suatu gejala bencana. Hal ini akan lebih efektif dibandingkan pemerintah melakukan evakuasi secara masal.
Sepanjang sejarah, gempa bumi dan gunung berapi telah tampak sebagai gejala alam yang mengerikan, datang tiba-tiba dan melanda secara acak. Sains tentang Bumi yang modern dapat memberikan pengertian, perkiraan, dan strategi praktis untuk meringankan pengaruhnya. Sains bumi menegaskan bahwa bumi selalu bergerak mengikuti pola. Teori lempeng tektonik mengubah peta bola bumi dengan cara yang lebih baik dibandingkan 1000 tahun yang lalu.
Dalam kehidupan di Bumi yang tak pernah diam ini, kita dibekali ilmu untuk selalu waspada terhadap apapun. Termasuk bagaimana memahami Bumi itu sendiri. Bumi memiliki cara sendiri untuk mengatur penghuninya.



Dani Satria
Kriminologi