Sunday, April 10, 2011

Menjaga Kesucian 2 X 45 Menit

Setelah gelegar Piala AFF 2010, publik Indonesia menjadi sangat peduli dengan kondisi yang terjadi pada persepakbolaan negeri. Sebelumnya, belum pernah ditemukan kondisi senasionalis ini. Situasi ini disadari masyarakat sebagai tindakan dalam menghilangkan tirani dalam PSSI. Bahkan, masyarakat awam pun sudah sepolitis ini pemikirannya. Bukan suatu yang baru, olah raga dengan massa terbanyak akan sarat dengan nuansa politik berbelit-belitnya.
Sepak bola Indonesia yang sering dianggap rusuh, kotor dan kalah solah-olah berubah menjadi sesuatu yang berkelas. Sepak bola yang diidam-idamkan seluruh masyarakat Indonesia lahir saat diketuai oleh Nurdin Halid. Dengan kata lain, massa yang begitu banyaknya telah mengetahui perpolitikan buruk dalam PSSI. Sebagai tindakan konkritnya adalah dengan melakukan pengumpulan massa untuk menonton secara langsung sewaktu Piala AFF 2010, menjadi bukti bahwa masyarakat sangat menginginkan Nurdin Halid untuk turun.
Carut marut antara bisnis dan politik menjadi bumbu kental yang menjadi aroma pekat dalam PSSI. Munculnya LPI sangat jelas mengindikasikan adanya pihak yang secara tegas melakukan pertentangan terhadap PSSI. Kubu PSSI yang dimiliki oleh PT. Liga Indonesia mempunyai kekuasaan 95%, sedangkan 5% sisanya dikuasai oleh oknum tertentu yang berada dalam PSSI. Sebagai tandingan PT. Liga Indonesia, PT. Liga Primer Indonesia lahir karena PSSI dinilai telah cacat menjalankan fungsinya. PT. Liga Primer yang dipimpin Arfin Panigoro pada dasarnya sama dengan PT. Liga Indonesia, yaitu sebagai turnamen sepak bola bergengsi di Indonesia. Dan semua akan berorientasi pada uang. Tanpa adanya orientasi tersebut, liga tersebut tidak akan berjalan.
Liga Super Indonesia (LSI) atau Liga Primer Indonesia (LPI) tentu saja dimanfaatkan untuk kepentingan politis. Sebagai muara juang pemimpin mereka adalah ajang pemilu KADA, atau pemilu 2014. Terlihat jelas sekali, mereka menggaet banyak massa sebagai alat untuk penggulingan kekuasaan dengan menggunakan sepak bola sebagai pancingan. Sudah terbukti, siapa yang berhasil memimpin klub kebanggaan kotannya akan dengan mudah mendapatkan popularitas dalam pemilihan bupati, walikota, bahkan anggota dewan. Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Farhan yang menjabat sebagai Wakil Direktur PT. Persib Bandung.
Selain penggulingan kekuasaan tersebut, para pejabat juga mengitervensi secara langsung kepanda para pemain sepak bola. Dengan adanya kemenangan yang diraih tim, akan mengundang para pejabat untuk mengucapkan selamat, memberikan hadiah, dan ini akan membuat para pemain menjadi money oriented. Kebiasaan ini yang membentuk mental pemain menjadi mata duitan, sehingga nilai-nilai profesionalisme dan sportivitas semakin menipis. Tidak hanya itu, penyogokan wasit, pengaturan skor, sogok penonton, dan jual beli juara disebabkan oleh intervensi pihak yang meracuni kemurnian nilai sportivitas dalam sepak bola.
Untuk regenerasi PSSI, asalkan negara siap untuk melindungi kemurnian sepak bola dengan cara mengembalikan citra buruk sepak bola Indonesia, itu saja sudah cukup. Membenahi agar sepak bola Indonesia tidak kotor, rusuh dan selalu kalah harus dihilangkan dari stigma masyarakat. Kita harus bangga dengan sepak bola kita, karena dengan sepak bola kita menjadi sama. Tidak adanya diskriminasi di dalamnya.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh Bambang Pamungkas, bahwa sepak bola akan lebih indah jika berbentuk sebagai olah raga lapangan. Bila ada campur tangan yang memanfaatkan sampai pada pemainnya, ini berarti kemurnian sportivitas terganggu. Sehingga aturan2 x 45 menit hanya berlaku sebagai olah raga di lapangan, dan sisanya hanya kekentalan politik dan bisnis yang sangat merusak.
Dani Satria

Sunday, April 3, 2011

Bencana dan Implikasinya bagi Negara Berkembang

Oleh : Dani Satria
Publik negara Indonesia terkagum-kagum saat menyaksikan betapa sigapnya pemerintah Jepang menangani bencana Tsunami. Bencana yang telah memorak-porandakan kawasan Chiba di pantai timur utara Pulau Honshu membuat segala akses di daerah tersebut lumpuh total. Akan tetapi, pemerintah Jepang menunjukkan kemandiriannya dalam membangun kembali kehancuran tersebut dengan cepat. Meskipun bantuan bergulir datang dari berbagai negara, Jepang tetap menunjukkan kekuatanya yang mampu bangkit sendiri.
Warga Indonesia merasa tindakan pemerintah Jepang sangatlah tepat. Ini terbukti dengan kemampuannya yang dapat mengondisikan masyarakatnya secara ekonomi, teknolog, dan militer dengan baik. Sebagai negara yang maju, Jepang memang sudah mempersiapkan segala sesuatu mengenai kemungkinan yang akan terjadi pada masyarakatnya. Bencana merupakan agenda tersendiri dalam penganggaran keuangan di negara Jepang, karena memang negara ini sudah biasa dilanda gempa dan tsunami.
Sebagai negara maju, bukan hal yang berat untuk negara Jepang memperbaiki infrastruktur dan sistim keamanan kembali. Di Jepang sendiri, kegiatan mitigasi bencana selalu rajin dilakukan masyarakat yang bermukim pada daerah rawan, seperti pesisir laut dan kaku gunung. Pemerintah Jepang membuat bencana sudah menjadi bagian dari hidupnya, sehingga mereka membiasakan diri agar tidak kaget dengan bencana yang mendadak tersebut. Dengan ini, konsep selaras dengan alam murni dilakukan di negara ini.
Bagaimana di Indonesia? Tidak bijaksana bila kita menilai negara kita buruk akan perlindungan bencana alam. Bila sekarang kita masih saja menyalahkan satu sama lain mengenai bencana alam, sudah seharusnya kita bercermin melihat keadaan. Kondisi perekonomian kita tidak sebaik dan sestabil di Jepang, alhasil anggaran untuk bencana alam yang sudah dianggarkan tidak terealisasi dengan baik. Oknum pemerintah kita juga sering melakukan penyelewengan terhadap jabatannya demi mengeruk keuntungan. Masyarakatnya juga harus toleransi dan menjunjung tinggi pluralitas. Ini semua agar dalam menghadapi situasi bencana, kita juga sudah siap dan berperan aktif dalam gotong-royongnya. Bukan kita hanya apatis dan saling menyalahkan. Kritik dan gunjingan terhadap kambing hitam saja yang terlontar tidak akan menyelesaikan masalah.
Konsep ‘Gugur Gunung’ dari masyarakat Jawa mengenai sistem gotong-royong saat terjadinya bencana wajib diterpkan. Konsep ini tidak memerlukan banyak aturan legal dari pemerintah tentang anggaran bencana, namun sikap solidaritaslah yang membantu. Menjaga toleransi dan solidaritas itulah yang akan membantu memperlancar proses bantuan tersebut. Warga gotong-royong saling bahu membahu adalah hal yang didambakan masyarakat kita saat ini. Bukan menuntuk pola bantuan seperti di jepang yang notabene sudah maju secara ekonominya.
Menelisik lebih dalam mengenai sejarah Jepang mengapa bisa memiliki sistim bantuan bencana yang baik, sebelumnya konsep yang mereka pakai adalah sama seperti ‘Gugur Gunung’ tersebut. Keinginan dalam mencegah bencana seharusnya lebih ditekankan pada kesiapan masyarakat dalam menjalani kehidupan berdampingan bencana. Jadi, yang patut ditiru mengenai mitigasi dan solusi penanganan di jepang adalah kegigihan masyarakatnya untuk saling bantu membantu agar cepat bangkit. Inilah awal untuk membangun keselarasan baik dengan manusia dan harmonis dengan keadaan alam.

Industri Politik

Oleh : Dani Satria
Sejak awal dibentuknya, politik digunakan sebagai aturan bermain dalam kenegaraan. Pada dasrmnya politik lahir secara alamiah melalui proses yang panjang, dengan evolusi yang cukup rumit bergantung pada perkembangan manusia. Pembentukannya dari hal yang sederhana sampai pada hal yang kompleks, politik selalu mewarnai setiap sekumpulan manusia dan masyarakat yang luas. Dengan ini, pada prinsipnya, politik diciptakan untuk kebaikan rakyat yang bersumber pada rakyat itu sendiri.
Seni berpolitik sangat beragam bentuknya, tergantung pada sejarah pembentukan masyarakatnya dan unsur-unsur di dalamnya. Namun pada akhirnya akan memiliki muara yang sama. Di era modern ini, penggunaan politik sudah semakin kompleks seiring dengan perubahan masyarakat. Pendidikan, keberagaman, dan kecanggihan teknologi akan sepenuhnya mempengaruhi dinamika dalam sistem. Dengan demikian, pastinya terdapat perilaku politik yang lebih beragam pula.
Perilaku politik semula mengaitkan antara kekuasaan dengan kemakmuran masyarakat. Pergeseran kepantingan menyebabkan, banyak orang yang berkecimpung di dunia politik semata-mata hanya untuk mendapatkan fasilitas yang mencukupi, gaji yang besar, kekuasaan yang bebas, dan kenikmatan memperoleh jabatan. Dengan sistem seperti ini keraguan di dalam politik selalu ada mengenai kapasitas pelaku politik. Bagaimana tidak, masyarakat wajar bila tidak percaya akan kemampuan seseorang mampu menjalankan amanahnya di dunia politik, bila orang tersebut tidak memiliki pengetahuan dan tujuan yang jelas (kepentingan rakyat) dalam kontribusinya.
Maraknya mucul beragam partai politik adalah bukti nyatanya. Meskipun sekarang kebebasan dalam berpolitik sudah jelas, namun harus ada regulasi yang benar untuk sebagai filter pembentukannya. Bukan berarti kekuasaan pemerintah takut untuk digeser namun ini demi kepentingan masyarakat luas. Kebebasan tetap ditegakkan namun, standar resmi pembentukan partai serta jumlahnya juga harus dibatasi. Selain itu juga pemerintah harus selektif terhadap partai yang akan berdiri dengan cara melihat tujuannya dalam mengembangkan masyarakat. Meskipun terlihat seperti kampanye, harus ada tetapan hukum agar proses pemilihan tetap ditentukan peraturan. Bukan oleh citra di depan masyarakat.
Dampak dari kebebasan dalam pembentukan partai politik yang membeludak adalah industri partai. Partai sebagai sarana mendapatkan kekuasaan yang luas, dengan demikian akan memiliki tujuan kapital. Tujuan ini nantinya akan terlihat seperti parodi di dalam pemerintahan untuk menggulingkan lawannya satu sama lain demi mendapatkan tahta kekuasaan. Bila kekuasaan sudah didapatkan, akan terasa sulit dan ketidakinginannya untuk turun dari jabatan. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan awal dibentuknya politik sebagai alat untu membuat sejahtera masyarakat. Bukan untuk berbisnis layaknya industri partai pencari keuntungan materiil dan profit sebanyak-banyaknya.
Bila ditinjau dari teori political economy (ekonomi politik), Adam Smith menyatakan kekayaan dan hubungannya dengan pengkomposisian masyarakat yang lebih luas. Kemudian dilanjutkan oleh Karl Marx, bahwa kondisi kestabilan politik akan membuat kondisi ekonomi stabil juga. Ekonomi merupakan faktor penting di dalam perkembangan sosial yang semuanya akan diatur oleh hukum yang jelas tentunya. Tujuan partai politik sebagai sarana aspirasi masyarakat, harus mementingkan masyarakat demi pembengunan ekonomi. Jadi dapat disimpulkan, politik ekonomi merupakan upaya untuk perbaikan ekonomi dengan jalan perbaikan politiknya.
Fenomena industri politik yang terjadi di negara kita ini sebenarnya suatu bukti antusiasme masyarakat kita terhadap dunia politik. Namun, bila kebebasan ini tanpa aturan, tujuan dibentuknya partai politik pun akan berubah. Masalah ekonomi adalah pengaruh terbesar terhadap perilaku politik di negara kita. Untuk itu, pemerataan ekonomi oleh pemerintah harus dibenahi sebelum membenahi politiknya.