Monday, September 30, 2013

Resistensi

Telegram tak hentinya memberikan pesan kotor ini
Sambil melihat paras cantiknya di sebelah meja bar
Lamunanku tak terasa sudah menyebar
Pertemuan telah usai di dini hari tadi
Dia masih membawa sekantong harapan
Kau hanya penganggu yang sulit ditebak
Berharap lolongan serigala dapat menakutimu
Perlahan tapi tersendat
Kau terlalu menceburkan diri dalam lamunanmu


Depok, 1 Oktober 2013

Marginal

Gugusan awan tak hentinya menutupi mentari senja
Kepribadian sudah tidak perlu lagi
Kita adalah ras yang sudah bercampur baur
Sudah tak jelas lagi mana hitam, kuning, dan putih
Di masa depan nanti, kita adalah campuran dari segala bangsa
Juga campuran dari segala kebencian
Secara fisiologis, kita berubah
Secara ideologis, kita tidak tahu
Apapun yang kau pikirkan kelak, aku berharap bahwa manusia bisa melahirkan apa saja
Manusia bukanlah individu atau sekumpulan
Manusia adalah sebuah gagasan
Kita cuma makhluk yang hidup
Sama seperti makhluk hidup lain
Diskriminasi secara alamiah, karena kita setngah hewan
Kita hewan yang berpuisi
Kita menyayangi dan melindungi anak sendiri, atau tidak semuanya


Depok, 1 Oktober 2013

Sunday, September 29, 2013

Kriminalisasi

Di altar reruntuhan bangunan romawi
Langit mendung menyelimuti di atas laut yang berkabut
Sudahkah semua orang dicerahkan jiwanya
Sudah tercatat telah dua ribu tahun lebih lamanya
Aku dan kau tak pernah sepaham, bahkan untuk hal ontologis
Petualangan besar menyambut, tapi tak ada yang berubah
Kebenaranmu akan ditenggelamkan
Kebenaran hanyalah padang rumput hijau dengan seonggok batu
Bukit-bukit pembantaian yang disakralkan
Ladang pembunuhan saksi antara kau dan aku yang tak sepaham
Kami akan terus membenci dan dendam akan terakumulasi
Kenapa begitu mudah kita melabel orang
Aku dan kau bukan satu lawan satu
Aku dan kau memang penuh nafsu
Kebetulan siapa yang melempar dadu dan mendapatkan kartu bagus
Aku dan kau bukan sedang bermain catur
Akan sampai kapan kita mendendam?
Apa yang tidak sepaham akan menjadi jahat
Susah menyamakan frekuensi kita, kelicikan dan nafsu kita semakin meletup
Tidakkah tuhan melihatnya?
Tuhan di dalam hati.
Hati nurani ini tak ada niat apa-apa
Bukan kesalahan kondisi, tapi niat kita tidak ada yang tahu.


Depok, 30 September 2013

Saturday, September 28, 2013

Pesan Politik

Selain artefak apa yang kau percayai?
Meredamkan peluhku dengan sejuta tanya
Kenapa begitu seperti rantai makanan
Aku tak percaya analogi dan teori
Perang besar Zizek dan Chomsky
Apa yang bisa kau lakukan
Memandangi pemandangan danau
Tanpa mendistraksi siapapun karena kesenangan kau
Tuhan memang ada, dan dia salah satu kecil keindahan danau itu
Celakalah orang yang mengkooptasi tuhan
Apakah kau sudah menjadi anti-tuhan nomor wahid di muka bumi ini?
Itu urusanmu dengan gerakan sosialmu
Kau percaya uang dapat membeli cinta?
Itu pasti


Depok, 29 September 2013

Cultural Studies

Imaji-imaji kosong yang telah bertahan ke 125 tahun ini
Menawarkan beberapa sudut sisi kehidupan
Goresan kuas diatas kain, tanpa minyak
Dadaisme ini muncul sebagai imaji linier
Entahlah apa yang kau maksudkan
Semua hampir tidak paham, dan kau masing mengekspose diri
Kemuakanku atas kau yang sombong
Hampir lama-lama aku telah terbiasa
Budaya kembali dikaji dalam tataran individu
Atas nama kamus kuning ini, potongan masa lalau terkurasi
Terdokumentasi secara rapi dengan segudang hibah sana-sini
Berbagai pendekatan apapun, tak akan bisa menguasai ilmu
Bahkan, hanya mengenali setetes tintanya saja sudah senang


Depok, 29 September 2013

Friday, September 27, 2013

Menembus Batas

Apa yang terpikirkan olehmu jika kau membakar batas?
Melebihi apa yang kamu gagaskan
Atau hal ini sebuah bualan mimpi ular menggigit ekornya
Ketika manusia membatasi batas manusia lain
Batas tercipta tatkala kepala dan ekor ular menyatu
Batas adalah hal yang kita pikirkan
Jangan pikirkan kita saat ini mau apa
Kita hanya seekor ular yang menggigit ekornya sendiri
Berbagai falsafah usang tentang kebebasan
Bualan kaum-kaum yang masih terkooptasi
Produk jualan ilmu dan manuskrip
Tak ada yang bisa menembus batas
Mereka akan terkungkung dalam cangkang
Karena menembus batas adalah takdir
Kita tak perlu membakarnya


Depok, 28 September 2013 

Wednesday, September 25, 2013

Fenomenologi

Gejala mendinginkan syaraf yang sudah terlalu panas untuk berwacana
Segerombolan semiotika mendatangi rumah setiap buruh kertas
Atas nama Pram, tergila-gila dengan keabadian
Kita memang terlalu menginginkan untuk mencekoki kesombongan kita
Sejarah adalah lahan adu sombong
Segerombolan bocah ingusan belajar cara bermain alat komunikasi
Ada juga yang sibuk berjibaku dengan segala medium dokumentasi
Lulusan perguruan tinggu pun acap kali bersaing
Membuat sekarut asumsi yang bermodal lembaran kertas jual beli
Alangkah murahnya semua yang mahal
Alangkah mahalnya semua yang murah
Engkau tidak begitu kan sayang?
Kuharap hanya kau yang tahu bagaimana cara membaca aku
Biarkanlah semua orang itu berkoar dan terbungkam
Sini, mari tidur denganku sayang
Lupakan semua anak ingusan itu bermain mesin tik
Entah kenapa engkau lebih paham untuk memahami dunia ini ketimbang semuanya


Depok, 26 September 2013

Tuesday, September 24, 2013

Gen Pengembara

Terlelap di sisi angkasa
Mencari dan terus menaklukkan malam
Hingga pagi menjelang ketika gelap hanyalah asumsi
Bermodalkan sebatang lilin, kita berusaha temukan bintang
Entah apa yang akan kita cari
Karena kita tidak kemana-mana
Jangankan bintang, kawan kita akan tergerus waktu
Terkikis angin padang pasir
Kita menjadi semakin rakus
Kita menjadi semakin kaku
Kita akan menemukan apapun
Bermodalakan darah-darah pemberontak nenek moyang kita
Kita telah menantang tuhan
Mencari arti lewat sempitnya bumi
Masih terelelap di sisi angkasa
Kita beranjak karena bosan
Kita mencinta karena bosan
Kita menaklukkan sesama karena bosan
Dan begitu semuanya terlihat melebur
Menuai kontroversi di setiap sudut lingkaran
Kita terlalu pintar untuk argumen kita sendiri
Kita terlalu mencintai terhadap orang yang kita cintai
Mendapatkan bimbingan dari petir dan pohon
Mereka memilih untuk diam atau melangkah


Depok, 25 September 2013

Monday, September 23, 2013

Astronom

Mereka menenteng harap untuk kembali ke atas
Titah mengatakan untuk turun
Sadar kita memang diturunkan dalam proses hina
Karena cinta, kita menjelajah
Menemukan sedikit arti bahwa malam sangat bercahaya
Deburan debu angkasa tidaklah terasa
Menjajaki setiap bebatuan pada laut yang mengering
Dunia ini sudah tidak menyenangkan lagi
Maka menjelajah membuat kungkungan katak semakin retak
Inikah yang diingikan kita
Kita selalu menemukan yang baru
Sampai sadar bahwa sekeliling kita menjadi asing
Sedangkan kita terus berkhayal
Terus berkhayal, sampai kita lupa memiliki tetangga
Mengetuk pintu, lalu berjabat tangan
Kita menemukan dunia yang kita anggap bosan
Atas nama pengetahuan, kita ke angkasa
Menemukan kehampaan yang rumit
Serumit imajinasi kita, padahal cinta sangatlah pasti


Depok, 24 September 2013

Thursday, September 19, 2013

Arkeolog

Merekonstruksi pengalaman dengan sebutir pasir
Mengikis dalam tangis di sela-sela batu gamping
Perbedaan memang menjadi titik temu
Bagi reruntuhan konsumsi sang waktu
Menyapu dalam keheningan
Atas nama statistik, kita terhempas dalam dimensi waktu
Menjadi manusia yang selalu utuh
Menjawab segala pertanyaan
Bahkan tidak kita sadari, betapa merananya yang sudah lalu
Kita makhluk yang selalu sedih
Apa yang terjadi tidak dapat terungkapkan secara utuh
Kita hanya menerka
Butuh waktu untuk menjawab, hanya sebuitr debu yang melayang
Debu tidak akan pernah mati
Mereka bercerita tentang massa, era, dan kesedihan
Memang, kita hanyalah terkaan belaka


Depok, 20 September 2013

Wednesday, September 18, 2013

Kurator

Menatap kanvas dengan peluh membasahi dahi
Mencorat-coret dengan sepenuh hati
Aku tak tahu apa yang sedang kukerjakan
Yang kutahu beginilah cara menjadi seniman klasik pada era kontemporer
Merebah semua intuisi ke dalam goresan
Berteman dengan malam dan upaya berfalsafah
Berteman dengan ahli serupa agar kita menjadi terkenal
Tak ada yang lebih seni dibandingkan berdiam diri
Ketika orang sibuk bergerak dan menjadi terdistorsi
Hati ini memilih menjadi pemilih
Menyeleksi manusia untuk dipertontonkan
Bagaimana cara kita menghargai intelejensi
Berdasarkan pengamanan dan segala pembenaran yang ada
Saatnya kita membangun panggung untuk menciptakan skrip sendiri
Mencari pemain dan marilah membuat drama
Kita menciptakan era dimana segalanya bisa berubah menjadi tuhan

Depok, 19 September 2013