Monday, November 15, 2010

Anggaran Khusus : Swadaya Masyarakat Setempat

Bencana alam memang sering terjadi secara tiba-tiba dengan tingkat kesiapan para korban yang sangat minim. Masalah utamanya adalah bantuan pasca bencana yang dirasakan sangat lambat. Untuk mengatasi hal demikian, diperlukan informasi yang cepat tentang prediksi bencana agar program tanggap bencana dapat dijalankan. Minimnya informasi dari penelitian bencana ke pemerintah pusat maupun daerah menjadi kendala sulitnya prediksi bagi pemerintah untuk memberikan bantuan.
Untuk menghindari hal tersebut, masyarakat daerah seharusnya membuat anggaran khusus untuk menanggulangi paceklik pasca bencana. Program ini dilakukan ketika sebelum terjadi bencana alam, dengan kerjasama membentuk ‘lumbung makanan’ untuk daerah tersebut. Istilah ‘lumbung makanan’ berarti bahwa semua hasil iuran swadaya masyarakat setempat dikumpulkan sebagai penanggulangan bila bantuan sulit datang. Masyarakat setempat pastinya sudah sadar akan hal itu, karena telah hidup di dalam daerah bencana. Alasan logis mengapa masyarakat enggan meninggalkan daerah rawan bencana tersebut adalah seperti kesuburan tanah bagi daerah lereng gunung. Jadi, sebagai contoh hasil pertanian lereng gunung yang subur akan disisakan sebagian untuk dibuat sumber dana atau makanan bila terjadi bencana kelak.
Anggaran khusus bencana dari pemerintah tidak semuanya di gunakan oleh korban bencana. Karena di dalam anggarannya, pemerintah menggungakan anggarannya untuk membangun infrastruktur yang rusak. Pembangunan infrastruktu akan mengembalikan stabilitas ekonomi dan sosial karena fasilitas publik akan menunjang pemulihan masyarakat setelah bencana. Sedangkan angaran untuk para korban masih sangat minim, oleh karena itu perlu kerjasama antara semua elemen masyarakat di semua wilayah untuk memberikan donasi kepada korban bencana. Hal ini akan lebih efektif daripada menunggu pemerintah yang lambat dalam pemberian dana. Sehingga korban akan sigap terbantu oleh ‘lumbung makanan’ yang sudah disiapkannya sebelum bencana.
Kerjasama antara pemerintah dengan lembaga penelitian bencana harus harmonis. Setiap informasi harus segera dikirim ke pusat dan pemerintah daerah. Ketika ada informasi tentang akan datangnya bencana, pemerintah langsung menyiapkan anggarannya bagi calon korban bencana. Meskipun pada akhirnya tidak terjadi bencana, pemerintah harus tetap memberikan anggaran khusus untuk daerah rawan bencana tersebut. Anggaran dari pemerintah ‘khusus korban’ harus digalakkan untuk menghindari kesenjangan ekonomi pasca bencana,
Sistim informasi prediksi bencana harus tetap memantau suatu bencana seperti Gunung Berapi maupun Gempa Bumi. Seperti yang terjadi di Mentawai, sistim informasi gempa sanat minim karena pemeliharaan alat-alat prediksi gempa atau Tsunami sudah tua bahkan ada yang di curi. Hal teknis demikianlah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar selalu memantau alat-alat prediksi dini bencana. Masyarakat daerah dan pemerintah daerah juga harus turut dalam pemeliharaan sistim prediksi dini bencana agar tidak terjadi ‘kaget bencana’ akibat ‘human error’ seperti pencurian alat bahkan pengrusakan alat sistim prediksi dini.
Meskipun prediksi bencana memang sangat sulit dilakukan, alangkah baiknya jika semua masyarakat di Indonesia agar tetap waspada terhadap bencana dari bawah tanah. Tidak hanya itu, bencana akibat ulah manusia juga perlu diwaspadai seperti banjir yang bukan merupakan bencana bagi kota besar karena sudah benjadi tradisi. Sangat ironis sekali mendengar ‘tradisi bencana’ akibat ulah manusia itu sendiri. Sudah saatnya kita berbenah diri membangun kembali harmoni alam alam yang sudah rusak akibat ulah manusia. Tidak ada daerah di Bumi yang tanpa bencana. Bencana alam maupun bencana sosial akan selalu meliputi kehidupan manusia, karena Bumi punya cara sendiri dalam mengatur penghuninya.

Dani Satria
Kriminologi

No comments: