Saturday, July 27, 2013

Bulan Tanpa Profan


Bulan berganti dengan matahari
Dibolak-balik teori hingga tidak berganti
Tak ada Buraq yang melintasi Memphis
Jam pasir pun hanya berisi sebutir perih
Menulis hari dengan tinta anggur dan kopi
Bukan Bentham yang mengungkung ke dalam tirani
Padang pasir pun berubah menjadi ladang Anubis
Bersama Isis dan Habermas bercinta di tengah hari
Tragedi merasuk ruang Panoptikon tanpa jeruji
Menambah jutaan tanda tanya bagi utopia surgawi
Sakral yang diolok-olokkan yang tak manusiawi
Memasuki ruang-ruang rehabilitasi nurani
Dengan sebutur biji zaitun dilempar ke Byzantine
Menghasilkan olok-olokkan dan pemantik api Nayabinghi
Membuat surga di dunia melalui jaringan koneksi
Menyatu bagaikan koloni korban Cherenobyl
Bungkan semua tetesan darah dan nanah, wahai Phinisilin sastrawi
Membawa luka dan papa hingga ujung Malawi
Sampai ujung tengah hari Horus lelah berdiskusi
Tentang bagaimana Apollo dapat melanjutkan generasi
Dengan secuil lempeng Rosetta di padang Salisbury
Mencekam, membunuh semua pekerjaan para kuli
Masuk ke dalam lubang Samurai penjaga kuil
Lamunan terhenti tatkala sebutir zarah dalam kuali
Menghasilkan seluruh nafas dan peluh demi Bimoli
Brejuang di terik mentari
Di galangan sebuah parit
Penuh derita, namun tidak membenci
Tak heran dan tak kagum memakai produk eksistensialis
Bersama para tetangga meneguk air kendi
Di bawah naungan sang Batharakala dini
Berjuang menumbuhkan Dewi Sri
Perjalanan terasa panjang, tanpa dilatasi
Dari Athena sampai Kediri
Dari orkes dangdut Nganjuk sampai Glastonbury
Berdimensi di bawah daun keladi dan semanggi
Menantikan pecel Malang dengan saos buatan Akabri
Biri-biri, meluas hingga Cimahi
Menakar peluh dengan kantong birahi
Membasahi setiap jengkal kulit ari
Mengelupas setiap jemari yang berani memaki
Apa yang terdapat di atas kaki?
Dengan mencari padi di tumpukan peniti
Segala dosa telah memuai
Bersama para pendiri negara Brunei
Mengekor kuda segala bentuk budi pekerti
Merambat di hutan jati
Semakin meranggas lantai kereta commuterline
Berdesakan, terdilatasi antara Jatinegara-Bagansiapiapi
Musnah ditelan Tragedi Semanggi
Hingga lamunan semakin menjadi api
Ketika air terasa sangat yuridis
Bila ini yang dinamakan “Pembersih”
Tak ada yang lebih sakral dibandingkan bulan ini
Meleburkan setiap Lucifer dan Kunthi
Terekstraksi ke dalam gumpalan wacana Illuminati
Mendinginkan kembali Alaska dan Kalahari
Menumbuhkan kembali Siberia dan Pompeii
Berakhir terbenam di Osaka dan Sungai Kuning
Terbunih, dan masih bernafas dengan ekstasi
Peredaran dari Hongkong untuk narkotik
Hingga menanam sendiri di kamar sebuah tanaman Pappi
Mereduksi semua surga dan neraka ke dalam papir
Destilasi bertingkat menuju gagasan psychedelic
Atas nama Hendrix dan Mussolini
Membangkitkan kaisar Ethiophia ke dalam diri
Dan semuanya terhapus oleh sakral yang menjeruji
Bulan dimana setan dikremasi dengan api
Bulan dimana malaikat ditempa oleh mentari
Hingga manusia menampar pipinya sendiri
Dengan demikian, apalah sekarut argumentasi
Atas nama argumentasi semuanya berdiri
Di belakan nilai-nilai Culltural Studies
Hingga mengeksekusi para sarjana ekonomi
Untuk menjadi para priyayi
Mendambakan para sosialis tereduksi asumsi
Rasionalitas tanpa batas dalam eksploitasi diri
Bila modal menjadi Amdal di pabrik Sungai Musi
Menyuburkan tundra di lereng merapi
Hingga bulan ini menjadi berapi-api
Meluaskan segala potensi diri
Dari upaya peluruhan sakral yang dikebiri
Dengan perluasan profan yang menghegemoni
Membakar alam bawah sadar sebuah koloni
Dari sebuah kaum yang menguasai teknologi
Dan semuanya melebur dalam Perang Badar dan Perang Suci
Hingga pada akhirnya membumikan kondisi
Apa yang nyata dan hanya imajinasi
Bahwa tetap menjalani bulan ini
Yang tetap kuyakini, meskipun banyak distorsi
Akan kulayani semua perspektif
Dan aku tetap memantapkan diri
Terbukti di bulan suci ini
Tentunya, penuh cinta Ilahi


Semarang, 11 Juli 2013

No comments: