Thursday, September 27, 2012

SUARA MAHASISWA, Kekerasan dan Fasisme Pemerintah


Monday, 10 September 2012
Penolakan terhadap Front Pembela Islam (FPI) pada dasarnya sudah sangat lama terdengar di masyarakat kita, tetapi munculnya aksi “Indonesia Tanpa FPI” seakan-akan memberikan angin segar terhadap masyarakat pemuja pluralitas.

Kita sepakat bahwa dasar dari ajaran agama adalah cinta kasih saling memakmurkan. Hal ini juga yang menjadi pedoman munculnya dasar negara kita. Gerakan politik yang dilakukan FPI merupakan bentuk kecil dari fasisme. Menurut N Poulantzas, fasisme diakibatkan krisis ekonomi dan ideologi dalam kelas penguasa. Penguasa memanfaatkan ini sebagai upaya mempertahankan diri dari pendomplengan politik. Dalam kasus ini, awal mula terbentuknya FPI akibat peran besar pemerintah.

Pemerintah mencari badan yang cukup merasuk ke masyarakat dominan dengan alasan memiliki norma yang lebih besar. Pemerintah memanfaatkan kekuatan agama dominan sebagai alat untuk menertibkan masyarakat. Dengan label agama yang sakral, pemerintah dapat membuat situasi terkendali tanpa mengeluarkan aparat yang menjadi citra dirinya. Masyarakat akan tertib apabila perlakuan otoriter berada di bawah bendera klaim agama dominan. Dengan demikian,agama dominan yang menjadi alat pemerintah untuk menertibkan masyarakat menjadi kambing hitam.

Pada dasarnya sifat yang dilakukan pemerintah ini bersifat otoriter terhadap masyarakat. Hal ini membuat agama yang dijadikan alat pemerintah terlihat fasis. Padahal, tanpa label agama pun fasis tetaplah fasis.Menurut teori fasis klasik oleh W Reich yang pemahamannya cukup relevan dengan anarkisme, disebutkan bahwa fasisme diakibatkan oleh represi sekuel dalam masyarakat yang otoriter dan terkekang. Ini mengindikasikan bahwa pemerintah yang tidak dapat menertibkan masyarakat dengan aparatnya menggunakan FPI sebagai alat pengganti aparat.

Masyarakat yang juga terkekang oleh regulasi rumit menjadi korban dari penertiban yang dilakukan pemerintah. Akibat dari penggunaan FPI sebagai aparat akan menimbulkan pertengkaran antaragama. Pertentangan ini justru akan merusak hubungan harmonis yang seharusnya melumuri masyarakat kita yang Bhinneka Tunggal Ika. Pemerintah yang menginginkan hasil secara instan dengan menggunakan FPI justru akan menjadikan masalah baru yang lebih besar dan rentang waktunya lama.

Fasis yang menjadi ideologi pemerintah tetaplah tidak dapat mengharmoniskan masyarakat.Otoritas hanya akan menjadikan pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan.Jadi,dengan demikian kita setuju bahwa fasis yang baik adalah fasis yang mati.
DANI SATRIA
Mahasiswa Departemen Kriminologi, FISIP Universitas Indonesia

No comments: