Saturday, October 15, 2011

Gold and Glory

Berita publik yang berisi tentang sulitnya pemecahan masalah kontrak tambang antara negara dengan investor asing, menuai banyak pendapat kritis dan menarik dari masyarakat. Ada masyarakat yang melihat kondisi industri tambang sebagai awal dari rusaknya lingkungan, ada juga yang menawarkan solusi canggih sesuai dengan hukum. Semuanya merupakan masukan bagi pemerintah agar terus mengupayakan keberhasilan negara dalam menguasai sumber daya alam milik negara sendiri.
Ekspansi industrialisasi tambang terus berlangsung seiring masuknya investasi asing secara besar-besaran. Hal ini merupakan paradoks tersendiri terhadap pandangan masyarakat tempat ditanamkannya investasi tersebut. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penanaman modal tersebut, adanya perkembangan teknologi dalam mengolah sumber daya tambang, namun kerugiannya kontrak yang telah disepakati dengan pembagian hasilnya tersebut dapat memicu kontradiksi.
Kita dapat melihat PT Freeport dan PT Newmont dalam sepak terjangnya dalam hukum di Indonesia, selalu memenangkan segala tuntutan. Ditunjang oleh dukungan riset dan saksi-saksi membuat segala bukti yang dibuat oleh kedua PT tersebut membuatnya kebal hukum. Kita dapat menelaah lebih lanjut, bahwa keuntungan terbesar mereka akan serap dengan 1% untuk royalti bagi bangsa ini. Harga emas yang semakin tinggi membuat negara maju dapat dengan mudah mencari daerah sasaran agar dapat mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Emas selalu mendapatkan perhatian karena dimanifestasikan sebagai bentuk kekayaan yang sebenarnya secara material. Melihat kondisi semacam ini, tidak heran jika negara maju berebut untuk mendapatkan kontrak dengan negara kita yang disinyalir memiliki sumber daya tambang berupa emas melimpah. Kondisi politik dan ekonomi yang dulu sampai mengijinkan kontrak asing terhadap eksploitasi sumber daya tambang inilah yang harus diperbaiki, karena sebagai negara yang punya sumber daya kita hanya menunggu masyarakat kita sendiri untuk mengolahnya.
Kita akan membutuhkan waktu yang lama agar realisasi pengolahan sumber daya alam kita dapat berlangsung, karena kita menyadari tingkat teknologi masih kurang memadahi. Hal tersebut wajib dipertahankan sampai saatnya tiba untuk masyarakat dapat mengolahnya sendiri, hal ini dikarenakan kekayaan yang ada di negara kita seharusnya orang rumah saja yang mengelola. Dilihat dari sudut pandang nasionalisme, hal ini dapat jadikan sebagai pengingat dan bukan maksud menggurui, memang pada dasarnya kekayaan erat kaitannya dengan kemasyuran.

Oleh : Dani Satria
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Departemen Kriminologi.

No comments: