Sunday, April 3, 2011

Bencana dan Implikasinya bagi Negara Berkembang

Oleh : Dani Satria
Publik negara Indonesia terkagum-kagum saat menyaksikan betapa sigapnya pemerintah Jepang menangani bencana Tsunami. Bencana yang telah memorak-porandakan kawasan Chiba di pantai timur utara Pulau Honshu membuat segala akses di daerah tersebut lumpuh total. Akan tetapi, pemerintah Jepang menunjukkan kemandiriannya dalam membangun kembali kehancuran tersebut dengan cepat. Meskipun bantuan bergulir datang dari berbagai negara, Jepang tetap menunjukkan kekuatanya yang mampu bangkit sendiri.
Warga Indonesia merasa tindakan pemerintah Jepang sangatlah tepat. Ini terbukti dengan kemampuannya yang dapat mengondisikan masyarakatnya secara ekonomi, teknolog, dan militer dengan baik. Sebagai negara yang maju, Jepang memang sudah mempersiapkan segala sesuatu mengenai kemungkinan yang akan terjadi pada masyarakatnya. Bencana merupakan agenda tersendiri dalam penganggaran keuangan di negara Jepang, karena memang negara ini sudah biasa dilanda gempa dan tsunami.
Sebagai negara maju, bukan hal yang berat untuk negara Jepang memperbaiki infrastruktur dan sistim keamanan kembali. Di Jepang sendiri, kegiatan mitigasi bencana selalu rajin dilakukan masyarakat yang bermukim pada daerah rawan, seperti pesisir laut dan kaku gunung. Pemerintah Jepang membuat bencana sudah menjadi bagian dari hidupnya, sehingga mereka membiasakan diri agar tidak kaget dengan bencana yang mendadak tersebut. Dengan ini, konsep selaras dengan alam murni dilakukan di negara ini.
Bagaimana di Indonesia? Tidak bijaksana bila kita menilai negara kita buruk akan perlindungan bencana alam. Bila sekarang kita masih saja menyalahkan satu sama lain mengenai bencana alam, sudah seharusnya kita bercermin melihat keadaan. Kondisi perekonomian kita tidak sebaik dan sestabil di Jepang, alhasil anggaran untuk bencana alam yang sudah dianggarkan tidak terealisasi dengan baik. Oknum pemerintah kita juga sering melakukan penyelewengan terhadap jabatannya demi mengeruk keuntungan. Masyarakatnya juga harus toleransi dan menjunjung tinggi pluralitas. Ini semua agar dalam menghadapi situasi bencana, kita juga sudah siap dan berperan aktif dalam gotong-royongnya. Bukan kita hanya apatis dan saling menyalahkan. Kritik dan gunjingan terhadap kambing hitam saja yang terlontar tidak akan menyelesaikan masalah.
Konsep ‘Gugur Gunung’ dari masyarakat Jawa mengenai sistem gotong-royong saat terjadinya bencana wajib diterpkan. Konsep ini tidak memerlukan banyak aturan legal dari pemerintah tentang anggaran bencana, namun sikap solidaritaslah yang membantu. Menjaga toleransi dan solidaritas itulah yang akan membantu memperlancar proses bantuan tersebut. Warga gotong-royong saling bahu membahu adalah hal yang didambakan masyarakat kita saat ini. Bukan menuntuk pola bantuan seperti di jepang yang notabene sudah maju secara ekonominya.
Menelisik lebih dalam mengenai sejarah Jepang mengapa bisa memiliki sistim bantuan bencana yang baik, sebelumnya konsep yang mereka pakai adalah sama seperti ‘Gugur Gunung’ tersebut. Keinginan dalam mencegah bencana seharusnya lebih ditekankan pada kesiapan masyarakat dalam menjalani kehidupan berdampingan bencana. Jadi, yang patut ditiru mengenai mitigasi dan solusi penanganan di jepang adalah kegigihan masyarakatnya untuk saling bantu membantu agar cepat bangkit. Inilah awal untuk membangun keselarasan baik dengan manusia dan harmonis dengan keadaan alam.

No comments: