Bulan berganti dengan
matahari
Dibolak-balik teori
hingga tidak berganti
Tak ada Buraq yang
melintasi Memphis
Jam pasir pun hanya
berisi sebutir perih
Menulis hari dengan
tinta anggur dan kopi
Bukan Bentham yang
mengungkung ke dalam tirani
Padang pasir pun
berubah menjadi ladang Anubis
Bersama Isis dan
Habermas bercinta di tengah hari
Tragedi merasuk ruang
Panoptikon tanpa jeruji
Menambah jutaan tanda
tanya bagi utopia surgawi
Sakral yang
diolok-olokkan yang tak manusiawi
Memasuki ruang-ruang
rehabilitasi nurani
Dengan sebutur biji
zaitun dilempar ke Byzantine
Menghasilkan
olok-olokkan dan pemantik api Nayabinghi
Membuat surga di dunia
melalui jaringan koneksi
Menyatu bagaikan
koloni korban Cherenobyl
Bungkan semua tetesan
darah dan nanah, wahai Phinisilin sastrawi
Membawa luka dan papa
hingga ujung Malawi
Sampai ujung tengah
hari Horus lelah berdiskusi
Tentang bagaimana Apollo
dapat melanjutkan generasi
Dengan secuil lempeng
Rosetta di padang Salisbury
Mencekam, membunuh
semua pekerjaan para kuli
Masuk ke dalam lubang
Samurai penjaga kuil
Lamunan terhenti
tatkala sebutir zarah dalam kuali
Menghasilkan seluruh
nafas dan peluh demi Bimoli
Brejuang di terik
mentari
Di galangan sebuah
parit
Penuh derita, namun
tidak membenci
Tak heran dan tak
kagum memakai produk eksistensialis
Bersama para tetangga
meneguk air kendi
Di bawah naungan sang
Batharakala dini
Berjuang menumbuhkan
Dewi Sri
Perjalanan terasa
panjang, tanpa dilatasi
Dari Athena sampai
Kediri
Dari orkes dangdut
Nganjuk sampai Glastonbury
Berdimensi di bawah
daun keladi dan semanggi
Menantikan pecel
Malang dengan saos buatan Akabri
Biri-biri, meluas
hingga Cimahi
Menakar peluh dengan
kantong birahi
Membasahi setiap
jengkal kulit ari
Mengelupas setiap
jemari yang berani memaki
Apa yang terdapat di
atas kaki?
Dengan mencari padi di
tumpukan peniti
Segala dosa telah
memuai
Bersama para pendiri
negara Brunei
Mengekor kuda segala
bentuk budi pekerti
Merambat di hutan jati
Semakin meranggas
lantai kereta commuterline
Berdesakan, terdilatasi
antara Jatinegara-Bagansiapiapi
Musnah ditelan Tragedi
Semanggi
Hingga lamunan semakin
menjadi api
Ketika air terasa
sangat yuridis
Bila ini yang
dinamakan “Pembersih”
Tak ada yang lebih
sakral dibandingkan bulan ini
Meleburkan setiap
Lucifer dan Kunthi
Terekstraksi ke dalam
gumpalan wacana Illuminati
Mendinginkan kembali
Alaska dan Kalahari
Menumbuhkan kembali
Siberia dan Pompeii
Berakhir terbenam di
Osaka dan Sungai Kuning
Terbunih, dan masih
bernafas dengan ekstasi
Peredaran dari
Hongkong untuk narkotik
Hingga menanam sendiri
di kamar sebuah tanaman Pappi
Mereduksi semua surga
dan neraka ke dalam papir
Destilasi bertingkat
menuju gagasan psychedelic
Atas nama Hendrix dan
Mussolini
Membangkitkan kaisar
Ethiophia ke dalam diri
Dan semuanya terhapus
oleh sakral yang menjeruji
Bulan dimana setan
dikremasi dengan api
Bulan dimana malaikat
ditempa oleh mentari
Hingga manusia
menampar pipinya sendiri
Dengan demikian,
apalah sekarut argumentasi
Atas nama argumentasi
semuanya berdiri
Di belakan nilai-nilai
Culltural Studies
Hingga mengeksekusi
para sarjana ekonomi
Untuk menjadi para
priyayi
Mendambakan para
sosialis tereduksi asumsi
Rasionalitas tanpa
batas dalam eksploitasi diri
Bila modal menjadi
Amdal di pabrik Sungai Musi
Menyuburkan tundra di
lereng merapi
Hingga bulan ini
menjadi berapi-api
Meluaskan segala
potensi diri
Dari upaya peluruhan
sakral yang dikebiri
Dengan perluasan
profan yang menghegemoni
Membakar alam bawah
sadar sebuah koloni
Dari sebuah kaum yang
menguasai teknologi
Dan semuanya melebur
dalam Perang Badar dan Perang Suci
Hingga pada akhirnya
membumikan kondisi
Apa yang nyata dan
hanya imajinasi
Bahwa tetap menjalani
bulan ini
Yang tetap kuyakini,
meskipun banyak distorsi
Akan kulayani semua
perspektif
Dan aku tetap
memantapkan diri
Terbukti di bulan suci
ini
Tentunya, penuh cinta
Ilahi
Semarang, 11 Juli 2013