Periode 5 Maret 2012 – 20 Maret 2012
Oleh :
Hardiat Dani Satria, 1006707974
Harris
Kristanto, 1006707993
Muhammad Ibnu Azhar Nasmit, 1006708112
Departemen Kriminologi – Paralel
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
Universitas Indonesia
Depok
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kehidupan
sehari-hari kita membutuhkan adanya informasi yang bertujuan untuk mengetahui
perkembangan yang terjadi di luar sana. Saat ini informasi menjadi suatu hal
yang menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Kegiatan apapun yang akan kita
lakukan banyak yang membutuhkan referensi dari adanya informasi. Salah satu
sumber informasi massal yang ada di masyarakat antara lain media massa cetak
dan media massa elektronik.[1]
Keduanya pun memiliki ciri khas tersendiri dalam bentuk pengemasan beritanya.
Berita pada media cetak dijual dan sebagian orang berlangganan, sedangkan media
massa elektronik sebagian besar gratis dan cara mengaksesnya pun menggunakan
alat elektronik.
Berita
yang dimuat dalam media cetak tersebut mengandung perspektif yang diinginkan
oleh berita tersebut. Bahkan, perspektif tersebut dapat menjadi bahan
politisasi oleh pemilik media massa tersebut untuk mempengaruhi pembacanya.[2]
Maka dari itu, kajian untuk penelitian mengenai konten dalam media massa
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebuah media memberitakan suatu
kejadian yang ada dalam masyarakat.
Konten
dalam media massa sangatlah beragam. Konten yang menjadi bahan kajian kami saat
ini adalah masalah korupsi yang akan kami analisis isinya. Hal yang
melatarbelakangi penelitian kami adalah sebuah penelitian untuk mengetahui
seberapa besar intensitas suatu media dalam memberitakan berita korupsi.
Setelah itu, kami akan mencari tahu tentang apa yang sebagian besar korupsi
terjadi dan siaapa korupsi tersebut dilakukan beserta besarnya jumlah korupsi.
Media
massa seringkali terlihat menekankan pada isu korupsi tertentu, dan hal ini
biasanya merupakan perspektif media yang akan diinformasikan kepada pembaca
agar semua orang mengetahui. Korupsi yang diberitakan oleh media menyediakan
unsur-unsur yang dianggap ‘menjual’ bagi media, selain itu juga sarat oleh nilai
politis bagi media tersebut. Setiap media pasti memiliki ciri khas berita
korupsi tertentu yang menggambarkan sorotan utama.[3]
Peneliti FFH
Dian Permata mengungkapkan, kasus yang marak terjadi di media massa pada tahun
2011 yaitu kasus korupsi. Itu ditandai dengan diketemukannya kasus tersebut di
surat kabar, tv, dan online. Riset itu dilakukan 17 Maret hingga 31
Desember 2011. Data riset bersumber dari 43300 materi publikasi dari 11 surat
kabar, enam (6) televisi, dan tujuh (7) media online.[4]
Riset
menggunakan metodologi purposive sampling.
Locus riset terhadap berita tematik dan berdasarkan kategori politik, hukum,
dan ekonomi. Sutrat kabar yang dipilih berskala nasional. 11 surat kabar itu
yakni Bisnis Indonesia 880 artikel (5 %), Indo Pos 1602 artikel (9 %), Kompas
2672 artikel (15 %), Koran tempo 2545 artikel (14 %), Media Indonesia 2762
artikel (15 %), Rakyat Merdeka 1745 artikel (10 %), Republika 1653 artikel (9
%), Seputar Indonesia 2272 artikel (13 %), Sinar Harapan 218 artikel (1 %),
Suara Pembaruan 260 artikel (1 %), dan The Jakarta Post 1393 artikel (8 %).[5]
Terdapat 5588
buah dari tayangan publikasi televisi. TV One ada 435 tayangan berita (8 %).
RCTI 1293 tayangan berita (23 %). SCTV 1156 tayangan berita 1156 (21 %). Metro
TV 1206 tayangan berita (22 %). Trans TV 505 tayangan berita (9 %) .
Trans 7 348 tayangan berita (6 %) . AN TV 645 tayangan berita (11 %). 19710
buah dari artikel online. Antara.com ada 3045 artikel (15 %). Detik.com 4374
artikel (22 %). Inilah.com 289 artikel (2 %). Kompas.com 3149 artikel (16 %).
Tempo.co 2863 artikel (15 %). Okezone.com 2966 artikel (15 %).
VIVANews.com 3024 artikel (15 %).[6]
Dalam
hal ini, menurut data statistik yang dilakukan KPK, media VivaNews menjelaskan
bahwa terdapat 68 kasus atau perkara penyidikan dan 5 kasus diantaranya
dilimpahkan ke kepolisian dan kejaksaan. Sebanyak 29 kasus atau perkara dalam
tahap penyidikan, yang terdiri atas 8 kasus atau perkara sisa tahun 2006 dan 21
kasus atau perkara penyidikan tahun 2007. Sebanyak 24 kasus atau perkara dalam
tahap penuntutan yang terdiri atas 10 kasus atau perkara sisa 2006 dan 14 kasus
atau perkara tahun 2007, dan sebanyak 21 kasus atau perkara yang sudah
mendapatkan kekuatan hukum tetap.[7]
VivaNews
sampai saat ini gencar memberitakan tentang korupsi. Hal ini yang
melatarbelakangi penelitian kami untuk menganalisis isi berita VivaNews pada
periode dua minggu terakhir. Penelitian yang kami lakukan adalah berita di
VivaNews dari tanggal 5 Maret 2012 sampai tanggal 20 Maret 2012. Pada periode
ini, kelompok kami akan menganalisa sebagian besar kasus korupsi apakah yang
marak terjadi dan oleh siapa kasus itu terjadi. Dengan mendapatkan hasil analisis
isi dan dikaitkan dengan teori tentang white-collar
crime akan didapatkan kesimpulan penelitian tentang penyebab kasus korupsi
berdasarkan teori tersebut.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan
pemberitaan mengenai peneliti FFH Dian Permata, mengungkapkan bahwa kasus yang
marak terjadi di media massa pada tahun 2011 yaitu korupsi. Dengan demikian,
kita dapat mencari tahu analisa mengapa permasalahan korupsi banyak diberitakan
di media massa. Dalam hal ini, kami menggunakan media massa VivaNews sebagai
bahan penelitian, karena media ini juga mempunyai banyak pemberitaan tentang
korupsi.
Selain
itu, pemberitaan korupsi yang marak yang menempati posisi pertama pemberitaan
kejahatan nasional merupakan bukti kuat bahwa ada alasan tertentu tentang
korupsi. Hal inilah yang mendasari mengapa kejahatan konvensional lainnya masih
kalah rating dengan kasus korupsi
ataukah korupsi memang kejahatan yang paling marak di Indonesia.
1.3 Pertanyaan Penelitian
·
Kasus kejahatan korupsi jenis apa yang
sering diberitakan oleh VivaNews pada periode 5 Maret 2012 – 20 Maret 2012?
·
Apa yang menyebabkan kejahatan korupsi
tersebut marak diberitakan pada VivaNews?
·
Faktor-faktor apa sajakah yang membuat
fenomena korupsi tersebut dapat tumbuh subur di Indonesia berdasarkan kasus
pada VivaNews?
1.4 Tujuan Penelitian
Signifikansi Praktis
·
Mencari tahu jenis korupsi yang paling
banyak diberitakan oleh VivaNews pada periode 5 Maret 2012 – 20 Maret 2012.
·
Mencari tahu penyebab korupsi marak
diberitakan pada VivaNews.
Signifikansi Akademis
·
Menambah kajian tentang korupsi beserta
faktor penyebabnya berdasarkan kasus pada VivaNews.
BAB II
Kajian Kepustakaan
2.1 Jurnal Internasional
Menurut
jurnal Corruption Around the World:
Causes, Consequences, Scope, and Cures disebutkan bahwa catatan peristiwa
korupsi sudah ada sejak 2000 tahun yang lalu di India. Penyebab korupsi adalah
kekuasaan oleh sebuah pemerintahan yang otoriter dengan rakyat yang tidak
memiliki kuasa terhadap pemerintahan. Hal ini mengakibatkan korupsi menjadi
budaya pemerintahan, atau orang yang berkuasa dan imbasnya orang menjadi
terpengaruh karenanya. Ruang lingkup korupsi tidak sebatas pada pemerintahan
saja, dalam perjanjian bisnis juga terdapat manipulasi yang berujung pada
korupsi. Cara mengembalikan korupsi sangat sulit dilakukan, bahkan dengan
demokrasi pun tetap saja terdapat korupsi.[8]
Dalam
jurnal Political Institutions and
Corruption: The Role of Unitarism and Parliamentarism menjelaskan bahwa dunia
perpolitikan menyumbang sebagian besar kasus korupsi di dunia. Institusi
perpolitikan akan memiliki kuasa untuk melakukan korupsi dalam pemerintahan atau
proyek-proyeknya. Media massa juga gencar melipun kegiatan perpolitikan yang
menyimpang seperti korupsi, untuk tujuan menjatuhkan patai politik tersebut.
Media massa akan memberitakan kasus korupsi partai politik agar masyarakat
tidak mendukung partai politik yang diberitakan tersebut. Institusi politik
rawan akan kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme.[9]
Berdasarkan
jurnal Market Reforms and Corruption in
Latin America: New Means for Old Ways disebutkan bahwa penyebab kemiskinan
di Amerika Latin adalah akibat korupsi oleh para korporat. Jenis korupsi dalam
perdaganan marak terjadi di Amerika Latin, seperti kapitalisme dan eksploitasi
barang dan dijual dengan harga tinggi. Sedangkan, pengangguran yang ada
sangatlah banyak, dan dipengaruhi harga pasar yang tinggi. Selain itu ditambah
korupsi dalam perdagangan membuat kemiskinan sulit diatasi di Amerika Latin.[10]
Bersumber
dari jurnal Popular Interpretation of
'Corruption' and their Partisan Consequences, menyebutkan bahwa korupsi
yang sering digambarkan adalah dalam pemerintahan. Hal ini berarti, korupsi
adalah suatu kejahatan dengan modus mengambil atau memanipulasi keuangan dengan
profesionalitas yang pelaku miliki untuk mengelabui keuangan dan akhirnya
didapatkannya demi keuntungan. Dalam hal ini, orang yang berprofesi dan dekat
dengan masalah keuangan akan beresiko besar terkena korupsi.[11]
Menurut
jurnal Corruption and the Role of Information
menyatakan bahwa pemberitaan korupsi semakin gencar adalah pengaruh
kebutuhan akan pemirsa yang selalu menaikkan rating acara ketika berita korupsi
ditayangkan. Selain itu, dari sisi pemerintahan juga sangat mempengaruhi
penayanagan berita dikarenakan pemerintah memiliki agenda dalam pemberantasan
korupsi. Sehingga, hal ini mengakibatkan dua pemberitaan yang berbeda. Pertama,
media akan memberitakan selesainya kasus penanganan korupsi karena pemerintah
gencar dalam memberantas korupsi. Kedua, pemerintah gagal dalam nmenegakkan
hukum dan gagal dalam memberantas korupsi, buktinya banyak berita korupsi yang
marak diberitakan.[12]
Jurnal
Corruption and Trust: Exceptionalism in
Asian Democracies? menjelaskan bahwa di Asia, dengan adanya demokrasi
tidaklah membuat korupsi hilang dari masyarakat. Masih adanya sistim demokrasi
pun, korupsi masih tetap ada. Sebelumnya, sistim yang otoriter yang di dalamnya
terdapat banyak praktik korupsi juga. Dengan demikian, dibutuhkan solusi yang
mendasar agar korupsi hilang.[13]
Berdasarkan
jurnal Perceptions of Country Corruption:
Antecedents and Outcomes adalah bahwa korupsi subur dalam pemerintahan.
Lembaga-lembaga yang ditangani oleh birokrat memang sangat rentan dalam
korupsi. Hasil dari korupsi yang dilakukan oleh pemerintah inilah yang akan
menyengsarakan rakyat dan imbasnya kepada perekonomian juga. Perpajakan yang
ditangani oleh profesional masyarakat juga mengalami korupsi dan terhambatnya
pembangunan serta sulitnya perkembangan lapangan kerja.[14]
Dalam
jurnal Private-to-Private Corruption disebutkan
bahwa dalam bisnis, interaksi antara orang dengan orang yang saling
menguntungkan dalam maksud untuk melakukan manipulasi dalam perjanjian bisnis
sebagian besar akan terjadi korupsi. Korupsi privat ini biasanya terjadi dalam
kasus penipuan dan pemanipulasian keuangan untuk mendapatkan keuntungan. Pola
interaksi korupsi ini terjadi karena profesional-profesional dan
klien-profesional. Dan biasanya terjadi dalam penipuan perjanjian yang disahkan
oleh institusi legal.[15]
Berdasarkan
jurnal Corruption dikatakan bahwa
untuk memberantas korupsi, diperlukan pendidikan secara mendasar untuk
masyarakat. Pendidikan secara dini ini bertujuan untuk meningkatkan kejujurtan
karena korupsi merupakan suatu hal yang buruk. Pengembangan masyarakat ini
diperlukan agar kondisi korupsi tidak menbudaya ke generasi selanjutnya,
dikarenakan generasi selanjutnya merupakan kunci utama untuk tidak adanya
korupsi.[16]
Menurut
jurnal Public Sector Corruption and Major
Earthquakes: A Potentially Deadly Interaction menyatakan bahwa sektor
bantuan kepada bencana alam paling sering dilakukan korupsi. Bantuan bagi
korban bencana alam tidaklah didata dengan cermat, melainkan kumpulan dari
sukarela masyarakat yang ingin menyalurkan donasinya. Pendataan akan sulit
dikarenakan berbagai pihak ikut melakukan batuan secara material dan secara
sukarela dalam pemberiannya. Jadi, sektor publik jenis ini paling banyak
praktik korupsi bantuan material.[17]
Menurut
jurnal Empirical Determinants of
Corruption: A Sensitivity Analysis dikatakan bahwa penyebab korupsi
dikarenakan budaya yang timbul dalam lembaga yang terindikasi korupsi. Selain
itu, dampak moral dari korupsi tidaklah diketahui bagi pelaku korupsi.
Selanjutnya, penegakan hukum bagi pelaku korupsi sebagian besar diselesaikan
dengan cara administratif, bukan pidana yang memberatkan.[18]
Menurut
jurnal Measuring Public Corruption in the
American States: A Survey of State House Reporters dijelaskan bahwa
sebagian besar penyiaran tentang korupsi terjadi pada ranah korporasi. Pada
skala birokrat, penyiaran cenderung sedikit. Hal ini dikarenakan persaingan
bebas dalam pasar seringkali menciptakan situasi yang menghalalkan segala cara,
sehingga korupsi memang subur terjadi.[19]
Dalam
jurnal Controlling the Chinese Media: An
Uncertain Business disebutkan bahwa pemberitaan media tentang maraknya korupsi
sangatlah mempengaruhi masyarakat untuk terjun ke ranah pemerintahan dan bisnis
yang besar. Masyarakat menjadi tidak percaya terhadap pemerintahan dan bisnis
yang dikelola oleh negara, dikarenakan mereka sangat beresiko terkena korupsi
dan pada akhirnya pelaku korupsi akan dihukum berat.[20]
2.2 Kajian Teori
Korupsi
merupakan kajian kriminologi yang masuk dalam kategori white-collar crime, lebih tepatnya pada tindakan mengambil atau
memanipulasi uang dengan profesi resminya demi mendapatkan keuntungan.
Sedangkan white-collar crime sendiri
merupakan kajian dalam kriminologi yang membahas tentang kejahatan yang
dilakukan pada orang dengan tingkat ekonomi mapan. Berbeda dengan kejahatan
konvensioal yang sebagian besar dilakukan oleh orang yang memiliki tingkat
ekonomi rendah. Jenis kejahatan yang dilakukan dalam white-collar crime juga berbeda dengan kejahatan konvensional.[21]
Secara
tipologis berdasarkan atas pelakunya, maka secara garis besar white-collar crime merupakan kejahatan
yang dilakukan oleh individu dan kejahatan yang dilakukan oleh organisasi.
Pelaku individu masih dapat dipilah-pilah lagi menurut kodrat pekerjaannya
menjadi (1) white-collar crime tipe individual occupation, yaitu orang-orang
yang terhormat yang bekerja pada orang lain dan menduduki jabatan manajerial
berbagai jenjang; (2) white-collar crime
tipe individual bereaucracy, yaitu
para pegawai negeri atau birokrat yang menduduki jabatan struktural
pemerintahan dalam berbagai jenjang maupun kekuasaan (eksekutif, legislatif,
judikatif); (3) white-collar crime
tipe individual profession, yaitu
kaum profesional seperti dokter, dokter gigi, apoteker, pengacara, akuntan,
yang melakukan kejahatan terkait dengan profesinya. Sedangkan white-collar crime yang dilakukan oleh
organisasi dapat dirinci menjadi (1) corporate
crime; dan (2) governmental crime.[22]
Pola
white-collar crime di Indonesia yang
ditengarai oleh Mustofa (2010) diwarnai terutama oleh adanya persekongkolan
antara birokrat dengan korporat. Korban dari kejahatan yang dilakukan oleh
birokrat dan korporat tersebut terutama adalah negara. Berdasarkan realitas
tersebut, maka tipe kejahatan yang terutama merugikan keuangan negara dapat disebut
sebagai kleptokrasi.[23]
2.3 Definisi Konseptual
White-collar crime
adalah kasus kejahatan yang memiliki ciri pelaku dengan orang kelas sosial
ekonomi tinggi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum yang
dibuat untuk mengatur pekerjaannya. (Sutherland, 1949: 9)
Pelaku
korupsi dalam pemerintahan merupakan tipe white-collar
crime kategori individual bereaucracy.
Korupsi
yang dilakukan oleh korporat merupakan tipe white-collar
crime kategori corporate crime.
Korupsi
yang dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidang keahlian resminya merupakan
tipe white-collar crime kategori individual profession.
Korupsi
adalah adalah tindakan yang termasuk dalam penipuan, penyuapan, merugikan
keuangan negara, penggelapan, pemerasan dalam jabatan, pemborongan dan
gratifikasi.
Media
massa adalah sumber informasi dalam bentuk cetak maupun elektronik yang berisi
tentang berita-berita untuk masyarakat.
Analisis
isi atau content analysis adalah
penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi
tertulis atau tercetak dalam media massa.
BAB III
Metode Penelitian
Terdapat
beberapa tahapan dalam penelitian analisis isi
1. Penetapan
media
2. Pencarian
data pokok yang akan diteliti
3. Menganalisa
data dan melakukan kajian data
4. Membuat
pertanyaan penelitian dan hipotesisnya
5. Melakukan
sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih
6. Pembuatan
kategori yang dipergunakan dalam analisis
7. Pendataan
suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan pengkodean
8. Pembuatan
skala dan bagan berdasarkan kriteria tertentu untuk pengumpulan data
9. Interpretasi
atau penafisran data diperoleh
Secara
praktis yang sesuai dengan penelitian yang kami lakukan, antara lain
1. Menentukan
media massa yang kami gunakan, dalam hal ini yang menjadi media massa
penelitian kami adalah VivaNews
2. Selanjutnya
menentukan samplingnya, yaitu kami membuat sampling media pada VivaNewsnya pada
tanggal 5 Maret 2012 – 20 maret 2012
3. Menentuka
pokok bahasan pada berita dalam rentang wangtu 15 hari tersebut adalah tentang
berita korupsi
4. Membuat
kategori yang akan dianalisis. Pada hal ini kategori kami untuk pengkodean
adalah tentang jenis kelamin, jumlah hasil korupsi, jumlah pelaku, status
pelaku, dan jabatan pelaku
5. Kemudian
adalah membuat analisa menggunakan SPSS dengan data univariat saja untuk
mengukur seberapa besar dari kategori-kategori yang telah kami tetapkan
6. Menentukan
teori yang dapat menjelaskan tentang korupsi, sesuai dengan hasil analisis yang
didapatkan
7. Mengaitkan
antara hasil analisis dengan teori
8. Menjawab
tentang pertanyaan penelitian
9. Memberikan
kesimpulan dari hasil analisa tersebut
BAB IV
Analisis Data
Tabel 3.1 Jenis Kelamin
Frequency
|
Percent
|
Valid Percent
|
Cumulative Percent
|
||
Valid
|
laki-laki
|
25
|
83.3
|
83.3
|
83.3
|
Perempuan
|
2
|
6.7
|
6.7
|
90.0
|
|
Campuran
|
3
|
10.0
|
10.0
|
100.0
|
|
Total
|
30
|
100.0
|
100.0
|
Sumber Data : Output SPSS
Berdasarkan hasil analisis isi terhadap kasus korupsi pada periode
5 Maret 2012 – 20 Maret 2012 dengan kategori jenis kelamin pelaku korupsi
dihasilkan: mayoritas pelaku korupsi berjenis kelamin laki-laki, dengan
persentase sebesar 83.3 % atau dengan jumlah 25 kasus. Sedangkan sisanya adalah
perempuan yaitu sebesar 6.7 % atau dalam 2 kasus. Terdapat alam suatu kasus
yang pelakunya tersebut campuran laki-laki dan perempuan yaitu dengan
persentase sebesar 10 % atau dalam jumlah 3 kasus.
Tabel 3.2 Jumlah Hasil
Korupsi
Frequency
|
Percent
|
Valid Percent
|
Cumulative Percent
|
||
Valid
|
< 1 Miliar
|
6
|
20.0
|
20.0
|
20.0
|
1 - 50 miliar
|
11
|
36.7
|
36.7
|
56.7
|
|
50 - 100 miliar
|
6
|
20.0
|
20.0
|
76.7
|
|
> 100 miliar
|
7
|
23.3
|
23.3
|
100.0
|
|
Total
|
30
|
100.0
|
100.0
|
Sumber Data : Output SPSS
Berdasarkan hasil analisis isi terhadap
kasus korupsi pada periode 5 Maret 2012 – 20 Maret 2012 dengan kategori jumlah
hasil korupsi, dihasilkan: mayoritas hasil korupsi berkisar antara 1-50 miliar
atau sebesar 36.7% dengan pembertiaan sebanyak 11 kali. Selanjutnya diikuti
oleh hasil korupsi yang >100 miliar atau sebesar 23.3% dengan pemberitaan
sebanyak 7 kali. Sedangkan sisanya adalah hasil korupsi berkisar <1 miliar
dan hasil korupsi berkisar 50-100 miliar atau sebesar 20% dengan pemberitaan
masing-masing sebanyak 6 kali.
Tabel 3.3 Jumlah Pelaku
Frequency
|
Percent
|
Valid Percent
|
Cumulative Percent
|
||
Valid
|
Perorangan
|
19
|
63.3
|
63.3
|
63.3
|
Kelompok
|
11
|
36.7
|
36.7
|
100.0
|
|
Total
|
30
|
100.0
|
100.0
|
Sumber Data :Output SPSS
Berdasarkan hasil analisis isi terhadap
kasus korupsi pada periode 5 Maret 2012 – 20 Maret 2012 dengan kategori jumlah
pelaku, dihasilkan: mayoritas kasus korupsi tersebut dilakukan perorangan
dengan persentase 63.3% atau diberitakan sebanyak 19 kali. Sedangkan sisanya,
dilakukan oleh kelompok dengan persentase 36.7% atau diberitakan sebanyak 11
kali. Sesuai dengan teori white-collar crime tipe individual
profession, diketahui bahwa sebagian besar kasus ini
dilakukan perorangan.
Tabel 3.4 Status Pelaku
Frequency
|
Percent
|
Valid Percent
|
Cumulative Percent
|
||
Valid
|
Tersangka
|
19
|
63.3
|
63.3
|
63.3
|
Terdakwa
|
11
|
36.7
|
36.7
|
100.0
|
|
Total
|
30
|
100.0
|
100.0
|
Sumber Data : Output SPSS
Berdasarkan hasil analisis isi terhadap
kasus korupsi pada periode 5 Maret 2012 – 20 Maret 2012 dengan kategori status
pelaku, dihasilkan bahwa mayoritas pelaku korupsi dalam status tersangka dengan
persentase 63.3% atau sebanyak 19 kali pemberitaan. Sisanya adalah status
terdakwa dengan persentase 36.7% atau sebanyak 11 kali pemberitaan.
Tabel 3.5 Jabatan
Frequency
|
Percent
|
Valid Percent
|
Cumulative Percent
|
||
Valid
|
Perusahaan
|
5
|
16.7
|
16.7
|
16.7
|
Pemerintahan
|
25
|
83.3
|
83.3
|
100.0
|
|
Total
|
30
|
100.0
|
100.0
|
Sumber Data : Output SPSS
Berdasarkan hasil analisis isi terhadap kasus korupsi pada periode
5 Maret 2012 – 20 Maret 2012 dengan kategori jabatan pelaku, mayoritas adalah
jabatan dalam pemerintahan dengan persentase 83.3% atau sebanyak 25 kali
pemberitaan. Sisanya adalah jabatan dalam perusahaan dengan persentase 16.7%
atau sebanyak 5 kali pemberitaan. Sesuai dengan teori white-collar crime, bahwa sebagian besar kasus adalah individual bereaucracy,
yaitu para pegawai negeri atau birokrat yang menduduki jabatan struktural
pemerintahan dalam berbagai jenjang maupun kekuasaan (eksekutif, legislatif,
judikatif).
Diagram Lingkaran
Sama
seperti tabel outpus SPSS di atas, diagram lingkaran ini menjelaskan tentang
jenis kelamin pelaku korupsi pada pemberitaan VivaNews periode 5 Maret 2012-20
Maret 2012.
Sama
seperti tabel outpus SPSS di atas, diagram lingkaran ini menjelaskan tentang
jumlah korupsi pada pemberitaan VivaNews periode 5 Maret 2012-20 Maret 2012.
Sama
seperti tabel outpus SPSS di atas, diagram lingkaran ini menjelaskan tentang
jumlah pelaku korupsi pada pemberitaan VivaNews periode 5 Maret 2012-20 Maret
2012.
Sama
seperti tabel outpus SPSS di atas, diagram lingkaran ini menjelaskan tentang
status pelaku korupsi pada pemberitaan VivaNews periode 5 Maret 2012-20 Maret 2012.
Sama
seperti tabel outpus SPSS di atas, diagram lingkaran ini menjelaskan tentang
jabatan pelaku korupsi pada pemberitaan VivaNews periode 5 Maret 2012-20 Maret
2012.
Analisa Kasus
Kasus
kejahatan korupsi jenis individual
bereaucracy dalam tipologi white-collar
crime yang paling banyak diberitakan oleh VivaNews pada periode 5 Maret
2012 – 20 Maret 2012. Persentase pemberitaannya sebesar 83.3% atau sebanyak 25 kali. Selanjutnya, 17.7% tersebut adalah jenis korupsi yang dilakukan
oleh korporasi atau pemberitaan sebanyak 5 kali.
Sesuai dengan jurnal Corruption
Around the World: Causes, Consequences, Scope, and Cure, pemerintahan
yang otoriter dengan rakyat yang tidak memiliki kuasa terhadap pemerintahan.
Hal ini mengakibatkan korupsi menjadi budaya pemerintahan, atau orang yang
berkuasa dan imbasnya orang menjadi terpengaruh karenanya. Ruang lingkup
korupsi tidak sebatas pada pemerintahan saja, dalam perjanjian bisnis juga
terdapat manipulasi yang berujung pada korupsi. Hal tersebut yang mempengaruhi
sektor pemerintahan yang paling banyak terjadi praktik korupsinya. Sama seperti
hasil analisa data yang menyatakan bahwa disamping di sektor pemerintahan,
sektor bisnis (korporasi) juga menjadi lahan subur bagi korupsi.
Alasan
VivaNews memberitakan korupsi, menurut jurnal Political Institutions and Corruption: The Role of Unitarism and
Parliamentarism menjelaskan bahwa dunia perpolitikan menyumbang sebagian
besar kasus korupsi di dunia. Institusi perpolitikan akan memiliki kuasa untuk
melakukan korupsi dalam pemerintahan atau proyek-proyeknya. Media massa juga
gencar melipun kegiatan perpolitikan yang menyimpang seperti korupsi, untuk
tujuan menjatuhkan patai politik tersebut. Media massa akan memberitakan kasus
korupsi partai politik agar masyarakat tidak mendukung partai politik yang
diberitakan tersebut. Institusi politik rawan akan kejahatan korupsi, kolusi
dan nepotisme.
Alasan
penyebab di Indonesia tumbuh subur korupsi, menurut jurnal Perceptions of Country Corruption: Antecedents and Outcomes adalah
bahwa korupsi subur dalam pemerintahan. Lembaga-lembaga yang ditangani oleh
birokrat memang sangat rentan dalam korupsi. Hasil dari korupsi yang dilakukan
oleh pemerintah inilah yang akan menyengsarakan rakyat dan imbasnya kepada
perekonomian juga. Selain itu, menurut jurnal Empirical Determinants of Corruption: A
Sensitivity Analysis dikatakan bahwa penyebab korupsi dikarenakan budaya
yang timbul dalam lembaga yang terindikasi korupsi. Selain itu, dampak moral
dari korupsi tidaklah diketahui bagi pelaku korupsi. Selanjutnya, penegakan
hukum bagi pelaku korupsi sebagian besar diselesaikan dengan cara
administratif, bukan pidana yang memberatkan.
BAB V
Penutup
Kesimpulan
Kasus
kejahatan korupsi jenis individual
bereaucracy dalam tipologi
white-collar crime yang paling banyak diberitakan oleh VivaNews pada
periode 5 Maret 2012 – 20 Maret 2012. Ruang lingkup korupsi tidak sebatas pada
pemerintahan saja, dalam perjanjian bisnis juga terdapat manipulasi yang
berujung pada korupsi. Hal tersebut yang mempengaruhi sektor pemerintahan yang
paling banyak terjadi praktik korupsinya. Sama seperti hasil analisa data yang
menyatakan bahwa disamping di sektor pemerintahan, sektor bisnis (korporasi)
juga menjadi lahan subur bagi korupsi.
Media
massa juga gencar melipun kegiatan perpolitikan yang menyimpang seperti
korupsi, untuk tujuan menjatuhkan patai politik tersebut. Media massa akan
memberitakan kasus korupsi partai politik agar masyarakat tidak mendukung
partai politik yang diberitakan tersebut.
Penyebab
korupsi dikarenakan budaya yang timbul dalam lembaga yang terindikasi korupsi.
Selain itu, dampak moral dari korupsi tidaklah diketahui bagi pelaku korupsi.
Selanjutnya, penegakan hukum bagi pelaku korupsi sebagian besar diselesaikan
dengan cara administratif, bukan pidana yang memberatkan.
Daftar Pustaka
Buku
·
Mustofa, Muhammad. 2007. Metode
Penelitian Kriminologi. Depok : Fisip UI Press
·
Mustofa, Muhammad. 2010. Kriminologi.
Depok : Sari Ilmu Pratama
·
Mustofa, Muhammad. 2010. Kleptokrasi. Jakarta
: Kencana
·
Anwar, Yesmil dan Adang. 2010.
Kriminologi. Bandung : Refika Aditama
Jurnal
Internasional
·
Tanzi,
Vito. Corruption Around the World:
Causes, Consequences, Scope, and Cures. Staff Papers - International
Monetary Fund, Vol. 45, No. 4 (Dec., 1998), pp. 559-594
·
Gerring,
John and Thacker, Storm C. Political
Institutions and Corruption: The Role of Unitarism and Parliamentarism.
British Journal of Political Science, Vol. 34, No. 2 (Apr., 2004), pp. 295-330
·
Manzetti,
Luigi and Blake, Charles H. Market
Reforms and Corruption in Latin America: New Means for Old Ways. Review of
International Political Economy, Vol. 3, No. 4 (Winter, 1996), pp. 662-697
·
Redlawsk,
David P, and McCann, James A. Popular
Interpretation of 'Corruption' and their Partisan Consequences. Political
Behavior, Vol. 27, No. 3 (Sep., 2005), pp. 261-283
·
DiRienzo,
Cassandra E, Das, Jayoti, Cort, Kathryn T. Corruption
and the Role of Information. Journal of International Business Studies,
Vol. 38, No. 2 (Mar., 2007), pp. 320-332
·
Chang,
Eric C C and Chu, Yun-han. Corruption and
Trust: Exceptionalism in Asian Democracies?. The Journal of Politics, Vol.
68, No. 2 (May, 2006), pp. 259-271
·
Davis,
James H and Ruhe, John A. Perceptions of
Country Corruption: Antecedents and Outcomes. Journal of Business Ethics,
Vol. 43, No. 4 (Apr., 2003), pp. 275-288
·
Argonda,
Antonio. Private-to-Private Corruption.
Journal of Business Ethics, Vol. 47, No. 3 (Oct., 2003), pp. 253-267
·
Harrison,
Elizabeth. Corruption. Development in
Practice, Vol. 17, No. 4/5 (Aug., 2007), pp. 672-678
·
Escaleras,
Monica, Anbarci, Nejat, and Register, Charles A. Public Sector Corruption and Major Earthquakes: A Potentially Deadly
Interaction. Public Choice, Vol. 132, No. 1/2 (Jul., 2007), pp. 209-230
·
Serra,
Danila. Empirical Determinants of
Corruption: A Sensitivity Analysis. Public Choice, Vol. 126, No. 1/2 (Jan.,
2006), pp. 225-256
·
Boylan,
Richard T and Long, Cheryl X. Measuring
Public Corruption in the American States: A Survey of State House Reporters.
State Politics & Policy Quarterly, Vol. 3, No. 4 (Winter, 2003), pp.
420-438
·
Hassid,
Jonathan. Controlling the Chinese Media:
An Uncertain Business. Asian Survey, Vol. 48, No. 3 (May/June 2008), pp.
414-430
Sumber Internet
·
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27843/5/Chapter%20I.pdf
diakses pada tanggal 7 April 2012, pukul 15:47 WIB
·
http://fh.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=1
diakses pada tanggal 7 April 2012, pukul 15:52 WIB
·
http://beritamanado.com/berita-utama/partai-demokrat-jangan-jadi-beban-sby/81745/
diakses pada tanggal 7 April 2012, pukul 15:36 WIB
[1] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27843/5/Chapter%20I.pdf diakses pada tanggal 7 April 2012, pukul 15:47 WIB
[3] http://fh.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=1 diakses pada tanggal 7 April 2012, pukul 15:52 WIB
[4] http://beritamanado.com/berita-utama/partai-demokrat-jangan-jadi-beban-sby/81745/ diakses pada tanggal 7 April 2012, pukul 15:36 WIB
[6] Ibid.
[7] http://www.kpk.go.id/ diakses pada tanggal 7
April 2012, pukul 15:36 WIB
[8] Tanzi, Vito. Corruption Around the World: Causes,
Consequences, Scope, and Cures. Staff Papers - International Monetary Fund,
Vol. 45, No. 4 (Dec., 1998), pp. 559-594
[9] Gerring, John
and Thacker, Storm C. Political
Institutions and Corruption: The Role of Unitarism and Parliamentarism.
British Journal of Political Science, Vol. 34, No. 2 (Apr., 2004), pp. 295-330
[10] Manzetti,
Luigi and Blake, Charles H. Market
Reforms and Corruption in Latin America: New Means for Old Ways. Review of
International Political Economy, Vol. 3, No. 4 (Winter, 1996), pp. 662-697
[11] Redlawsk,
David P, and McCann, James A. Popular
Interpretation of 'Corruption' and their Partisan Consequences. Political
Behavior, Vol. 27, No. 3 (Sep., 2005), pp. 261-283
[12] DiRienzo,
Cassandra E, Das, Jayoti, Cort, Kathryn T. Corruption
and the Role of Information. Journal of International Business Studies,
Vol. 38, No. 2 (Mar., 2007), pp. 320-332
[13] Chang, Eric C
C and Chu, Yun-han. Corruption and Trust:
Exceptionalism in Asian Democracies?. The Journal of Politics, Vol. 68, No.
2 (May, 2006), pp. 259-271
[14] Davis, James
H and Ruhe, John A. Perceptions of
Country Corruption: Antecedents and Outcomes. Journal of Business Ethics,
Vol. 43, No. 4 (Apr., 2003), pp. 275-288
[15] Argonda,
Antonio. Private-to-Private Corruption.
Journal of Business Ethics, Vol. 47, No. 3 (Oct., 2003), pp. 253-267
[16] Harrison,
Elizabeth. Corruption. Development in
Practice, Vol. 17, No. 4/5 (Aug., 2007), pp. 672-678
[17] Escaleras,
Monica, Anbarci, Nejat, and Register, Charles A. Public Sector Corruption and Major Earthquakes: A Potentially Deadly
Interaction. Public Choice, Vol. 132, No. 1/2 (Jul., 2007), pp. 209-230
[18] Serra,
Danila. Empirical Determinants of
Corruption: A Sensitivity Analysis. Public Choice, Vol. 126, No. 1/2 (Jan.,
2006), pp. 225-256
[19] Boylan,
Richard T and Long, Cheryl X. Measuring
Public Corruption in the American States: A Survey of State House Reporters.
State Politics & Policy Quarterly, Vol. 3, No. 4 (Winter, 2003), pp.
420-438
[20] Hassid,
Jonathan. Controlling the Chinese Media:
An Uncertain Business. Asian Survey, Vol. 48, No. 3 (May/June 2008), pp.
414-430
No comments:
Post a Comment