antara itu
antara dia
tepat di antara kedua kelopak matanya
Jakarta, 19 Agustus 2015
dani saturia blog
Wednesday, August 19, 2015
Saturday, December 27, 2014
Si Penghitam Langit
Segala sesuatunya musti disimpan
Tak perlu diberitakan, ataupun diduniakan
Menjejaki setiap langkah, bagi dunia yang kian lupa diri
Kisah cinta seharunya tidak perlu didramakan
Ataupun dicatat, layaknya menjadi karya sastra
Sebuah manuskrip memang lebih baik dibakar
Hanya untuk membuat langit menghitam
Itu jauh lebih baik ketimbang bumi dilanda kekeringan
Sudah serahusnya para manusia berdiam diri, menyaksikan
jelaga yang kian membumbung
Sastra yang kian sombong dan produsen plastik yang tak
terjamah
Nampaknya kita terlalu menikmati repertoar-repertoar
rekayasa agenda
Tanpa mengetahui bagaimana nikmatnya mecuri ubi di ladang
pak tani, lalu membakarnya
Manusia telah menciptakan tuhan yang mengatur manusia
Kisah cinta ini, apakah kau tahu, sudahkah kau tanyakan
kepada bunga yang bermekaran?
Hujan adalah cinta, bersama pohon yang kian bercabang
Tak ada bau rumput
yang lebih nikmat ketika cintamu kembali
Jakarta, 27 Desember 2014
Friday, August 8, 2014
Kloset Masa Depan
Para manusia pengumpul tinja
Dibanggakan, karena ampas-ampas promosi dan iklan
Kebiadaban terencana oleh senggama konsumsi
Mereduksi segala rasionalitas yang anti kritik
Kubawakan sejumlah sayur, biar kau bisa berkumpul
Dalam setiap denyut urbanisasi, dalam kekayaan yang
dipaksakan
Semua terasa indah jika menahan sakit
Kau tak pernah meratapi apa arti sinergi, wahai narasi
globalisasi
Biarkan manusia terlahir tidak mengerti
Hanya restoran cepat sajalah yang mengerti
Bagaimana menjalankan tirani, bagaimana mengubah persepsi,
dan mengaudisi dewa-dewa yunani
Dan untuk jasa penikmat hak paten
Akhirnya dipenjara intelektualitas, hanya karena
memenjarakan intelektualitas
Langitpun menjadi tidak berkualitas
Segerombolan penipu datang dari langit
Membangun pabrik di Atlantis
Semoga tak ada negara di muka bumi ini
Pertanyaan pertama
Apa nama benda ini?
Thursday, August 7, 2014
Mempublikasi Kemarahan
Batang jerami yang bertebaran, mengikis sedikit horizon yang
tampak
Bau serangga yang memudar, menjelang senja yang kian redup
Bisikan hati ini mengemas suasana serba berseri
Jerami yang terbakar kian memanas, kepulan jelaga membentuk
mendung
Langitpun hangat, mengyoyak langit, meratapi asap yang kian
membumbung
Kita seksama berjalan di atas air, marah kepada lautan dan
tetap menginjak bumi
Apa bedanya atas dan bawah? Tatkala hanya dipengaruhi oleh
gravitasi
Persepsi hati, ideologi, dan otak yang berseteru
Apakah dimensi di masa depan?
Ketika rencana besar ini akan menjadi yang terhebat
Apa yang harus dimulai jika kita ingin menjadi ahli tata
negara?
Kebetulan yang selalu kebetulan, kemarahan ini akan dikemas
secara masif
Dibungkus dengan kertas harapan, harapan sejarah yang terus
melupakan
Kemarahan dan dendam ini akan menjadi cetak biru
Membingkai pemberontakan dengan kebohongan
Diiringi deru genderang pendusta
Dan pada akhirnya realitas harus diciptakan
Mengubah orbit bulan, mengubah permainan kartu, mengubah
konstitusi
Kita selalu termakan oleh kebodohan pakar rasionalitas
Atas nama bahasa, semua tak bermakna
Inilah sabda waktu kepada anti materi
Kendal, 8 Agustus 2014
Thursday, April 3, 2014
Cara Memandang Dunia
Takkan ada yang bisa hentikan langkahku
Masa lalu yang kutinggalkan
Berharap memiliki ambisi untuk menaklukkan yang sangat
dibenci
Pengulangan yang terus menerus terjadi
Takkan ada artinya suatu karya tanpa pesan
Selain itu tak ada yang membuatku terkesan
Bagaimana hal itu ditunjukkan oleh aku yang memandang dunia
Sesekali kita harus membuktikan keburukan kita
Terlalu banyak kepura-puraan dan ketidakadilan
Siapa yang menciptakannya, pasrah saja semuanya sama saja
Atas nama untung yang kau dekati dan rugi yang tak diminati
Atas nama gaji yang dinanti dan hati yang terus tersakiti
Kita terlalu perasa mungkin, kita punya tubuh dan daging
yang didalamnya takkan terkoyak
Maukah kau untuk berpikir merugi
Silakan kau coba dulu, jika tak berminat bukan ini hal yang
buruk
Aku tak ada niatan menjebakmu
Depok, 30 Maret 2014
Kau Yang Minum Anggur
Pagi tak lagi menggerogoti mimpi yang terpupuk
Ketika dibangunkan dengan paksa dalam intensitas tinggi
Bersiap mendisiplinkan diri dalam barisan derap langkah moda
transportasi
Tak bisakah kita berhanti sejenak
Sejarah yang diayunkan dalam segala pembenaran
Menuju keruntuhan karena kita dipaksa menyesuaikan
Sebuah gagasan otentik jika kita bersabar
Kita bukanlah bagian dari sejarah
Bahkan bulan lebih dahulu lahir ketimbang bumi
Musuh kita bukan hanya perseorangan ataupun organisasi
Sistem lah monster utama
Sudahlah, kau duduk sejenak menikmati segelas anggur untuk
menikmati pengangguran itu.
Depok, 26 Maret 2014
Monday, March 24, 2014
Darah-darah Pemberontak
Imaji memberontak, berharap semuanya berubah
Aku menginginkan semuanya musnah
Aku menginginkan semua sesuai dengan keinginanku
Dunia tanpa pekerjaan
Tak ada orang yang kesusahan mencari uang
Yang dippikirkan hanyalah cara menjalani hidup
Dunia tanpa kesibukan
Kesibukan tergantung dari diri sendiri
Orang yang menganggur pun dibayar
Aku memberontak atas kemuakan ini
Bersabar demi makanan pokok
Menjadikan hidup bukanlah menjadi kebutuhan pokok
Semua tidak terkenang
Tak percaya dengan seleksi, semuanya berhak dikenang
Yang terkenang adalah pendusta
Tak lebih dari sebuah debu berterbangan
Depok, 24 Maret 2014
Subscribe to:
Posts (Atom)