Sunday, November 25, 2012

Keadilan Sosial dan Cara Penaggulangan Terorisme dengan Non kekerasan


Keadilan sosial adalah suatu kondisi yang pada dasarnya diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah agar keharmonisan bisa tercapai. Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik, menyatakan bahwa Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai karena kita tidak hidup di dunia yang adil. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Salah satunya terorisme.
Keadilan menurut terorisme adalah suatu kondisi yang membuat sekumpulan orang bertindak teror karena keadilan tidak mereka dapatkan. Dengan kata lain, terorisme adalah bentuk dari ketidakadilan sosial bagi sekelompok teroris tersebut maka dari itu, dengan melakukan teror mereka memberikan aspirasi dalam bentuk pembangkangan-pembangkangan.  Pada intinya, semua pihak yang melakukan pembangkangan seperti terorisme ini adalah wujud dari efek ketidakadilan sosial.
Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya. Maka dari itu, batasan-batasan yang tidak ada ini bersifat relatif dan bergantung dari sudut pandang masing-masing pihak.
Keadilan sosial adalah suatu konsep dan praktek yang berkembang, serta  menjangkau hampir semua sisi kehidupan manusia. Tidak hanya terorisme, Krisis finansial dunia, misalnya,  mendorong orang untuk bertanya dimanakah keadilan sosial. Lebih jauh dari itu, keadilan sosial adalah bagian dari klaim banyak pemerintah, dan warga negara seringkali tidak merasakan klaim itu. Penggambaran keadaan ekonomi dan ketidakadilan sosial dibahas oleh pakar ekonomi  John Maynard Keynes dan Friedrich von Hayek.
Dalam mengatasi terorisme ini, dibutuhkan langkah-langkah yang efektif yang dapat menyelesaikan masalah. Tidak hanya sekedar melakukan hukuman mati oleh para teroris saja, akan tetapi agar ideologi dan penyebaran dan alasan orang menjadi teroris dapat diketahui. Hal ini dikarenakan tindak terorisme adalah extra ordinary crime. Penanganannya tidak cukup dengan prosedur pidana biasa. Namun, kepastian hukum tetap dipegang agar penindakan memang sesuai dengan peraturan yang ada.
Perlu upaya agar tidak terjadi diskrepansi antara penanggulangan dan perkembangan modus terorisme yang cepat berkembang. Bahaya penanganan extra ordinary adalah terjadinya over dosis, oleh karena itu harus ada pembatasan. Peran intelijen harus dimasukkan dalam kerangka penegakan hukum karena pada dasarnya kekuatan intelejen hanya untuk kondisi perang.
Dalam penangananan terorisme dikenal dua model yaitu anti terorisme dan kontra terorisme. Seringkali kedua konsep tersebut cukup memusingkan dalam pembedaan. Anti terorisme adalah soal langkah hukum, law and legal system and institution, yaitu negara masih fokus pada anti teror bila teror belum mewujud sebagai kekerasan nyata. Dengan demikian terorisme bisa dikategorikan sebagai kejahatan pidana. Untuk negara dengan terorisme yang sudah mewujud, program deradikalisasi menjadi lebih penting misalnya dengan  meningkatkan kapasitas dan nilai pendidikan anti terorisme di pesantren-pesantren. Indonesia unik karena ancaman teror sudah mewujud, tapi hukum masih melihat sebagai kejahatan pidana.
Berdasarkan keputusan dari PBB, Dewan Keamanan PBB berpesan bahwa pemberantasan terorisme harus di satu pihak, di mana negara mesti tetap mematuhi dengan kewajibannya menurut hukum internasional, dan semua tindakan yang diambil harus sesuai hukum HAM internasional, hukum pengungsian internasional, dan hukum humaniter. Sedangkan menurut Mantan Panglima ABRI, Wiranto menyatakan bahwa untuk menurunkan atau menghilangkan terorisme adalah dengan penegakan hukum yang kuat. Wiranto berpendapat bahwa ketidakadilan sosial terutama penegakan hukum adalah kunci utama untuk menghilangkan terorisme.

Sumber:
http://www.lpmkeadilan.com/perang-melawan-terorisme-dan-penghormatan-ham.html diunduh pada tanggal 10 Oktober 2012, pukul 03:07 WIB

Review Film Let’s Go To Prison dan Analisis Dalam Teori Kepenjaraan




Matrix Film Let’s Go To Prison
No
Waktu
Keterangan
Analisis
1
1:55
Penjelasan mengenai fakta-fakta tentang narapidana di Amerika. Hampir 2 juta penduduk Amerika adalah Narapidana
Narapidana yang dimaksudkan adalah jumlah seluruh total narapidana baru maupun narapidana residivis yang ada di Amerika. Kurangnya kohesi sosial merupakan faktor utama yang menyebabkan peningkatan jumlah narapidana maupun residivis yang ada di Amerika.
2
3:35
Perkenalan tokoh utama yang baru keluar dari penjara, John Lyshitski yang berusia 24 tahun
Tokoh utama awalnya dikenai hukuman saat masih 8 tahun saat hendak ingin mencuri uang dan mencairkan cek palsu milik Biederman, akan tetapi penegakan hukum Illinois tersebut tidak mneggubris masalah tersebut, dan tetap menghukum bocah 8 tahun tersebut.
3
4:34
Hakim Bierdman menjebloskan Lysthiski ke penjara karena sewaktu remaja, dia pernah melakukan penggunaan senjata api. Maka dari itu, dia balas dendam karena telah menjebloskan ke penjara.
John Lysthiski akhirnya menjadi residivis setelah melakukan penembakan kepada polisi dengan senjata api. Akan tetapi tembakan tersebut meleset, akhirnya Lysthiski dijebloskan ke penjara sampai usia 24,5 tahun.
4
7:28
Lyshitski menemukan putra dari Hakim Bierdman, yaitu Bierdman IV di koran dan berusaha mencelakainya sehingga dia bisa masuk penjara sebagai balas dendam.
Kejahatan terencana tersebut dilakukan untuk balas dendam karena Biederman telah menjebloskan dirinya ke penjara yang memiliki kehidupan sosial yang buruk dengan keadaan tempat yang tidak nyaman. Dengan menjebloskan Nelson Biederman tersebut diharapkan agar nantinya dia bisa merasakan apa yang telah dirasakan oleh John Lysthiski.
5
10:50
Nelson Bierdman melakukan kejahatan yang sudah direncanakan oleh Lyshitski yaitu mengacak-acak dan membuat keonaran di toko obat-obatan, sehingga Nelson Bierdman dibawa ke pengadilan.
Upaya pertama yang direncanakan oleh Lysthiski yaitu membuat Nelson Biederman menjadi pelaku kejahatan karena melakukan gangguan ketertiban umum di toko obat. Bahkan di pengadilan pun Nelson Biederman tidak bisa mengelak apa-apa sehingga, dia di tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Rossmore.
6
15:53
Nelson Bierdman di masukkan ke penjara di LP Rossmore
Keadaan ini membuat Biederman frustasi, karena melihat penjara yang sangat berbeda dengan kehidupan sosial dia sebelumnya. Memasuki daerah baru dengan keadaan yang baru inilah yang membuat culture shock bagi Biederman.
7
17:06
Sesuai rencana Lyshitski, akhirnya dia di penjara di LP Rossmore bersama Nelson Bierdman, dan sekamar dalam tahanan agar dapat mengerjai Bierderman karena memang sudah dendam.
Rencana Lysthiski lancar sesuai dengan rencana yang telah diperhitungkannya, dan akhirnya mereka dapat sekamar di sel penjara. Dengan menyuap para sipir penjara dan petugasnya, dia bisa mendapatkan kemudahan-kemudahan dan keadaan yang diinginkan seperti kebebasan memilih kamar tersebut. Banyak hal yang didapat oleh adanya penyuapan petugas penjara. Seperti yang telah dijelaskan dalam Gorillas and Merchants. Narapidana menginginkan “kehidupan” didalam penjara yang mereka dapatkan dari teman atau relasi yang berada diluar penjara yang kemudian terjadinnya transaksi jual beli didalam penjara. Transaksi jual beli yang menjadi tradisi antara petugas penjara dan para tahanan biasanya dalam tataran suap menyuap untuk mendapatkan kebebasan.
8
33:35
Nelson Bierdeman sedang merasa tidak betah di penjara, dan dia diajari oleh Lyshitski untuk bertahan di penjara, walaupun niat itu hanya untuk memberi pelajaran pada Nelson Biederman.
Nelson Biederman akhirnya diajari oleh Lysthiski budaya-budaya yang ada di penjara. Bagaimana kebiasaan saat makan, kebiasaan mandi, kebiasaan berteman, dan kebiasaan rutin kepada para petugas. Akan tetapi pengajaran tersebut dilakukan hanya untuk mencelakai Biederman karena masih belum paham dengan budaya yang ada di penjara. Salah satunya adalah berbagai bentuk kepemimpinan yang dilakukan oleh orang lain merupakan salah satu bentuk pengendalian sosial yang dilakukan oleh suatu kelompok. Superioritas yang dilakukan oleh mereka yang memiliki kelebihan akan sangat berpengaruh kepada mereka yang memiliki posisi lebih lemah. Maka dari itu, Lysthiski mengajari Nelson Biederman untuk bersikap garang dan kuat, karena apabila bersikap lemah akan terkena dampak dari superioritas.
9
36:40
Nelson Biederman menemukan teman penyuka sesama jenisnya, dan dia terkadang diajak untuk hal-hal yang intim.
Sampai akhirnya, Lysthiski disuap oleh teman sesama penyuka jenis yang akhirnya mendapatkan Biederman untuk menjadi pacarnya di penjara. Akhirnya Biederman disodomi oleh teman penyuka sesama jenisnya, sehingga di penjara Biederman menjadi pacar dari teman penyuka sesama jenisnya itu. Menurut tradisi penjara terdapat istilah, “Punk itu dibuat, tapi fag dilahirkan” dan dalam peribahasa pendek tersebut tahanan dibedakan antara yang terlibat dengan homoseksualitas karena mereka dipaksa untuk melakukannya atau karena prostitusi laki-laki yang berarti adanya kebutuhan yang harus dicapai dan mendapatkan layanan instan dan bagi yang terlibat dalam homoseksualitas itu lebih cenderung disukai. Dalm hal ini, Nelson Biederman dianggap sebagai bagian dari definisi tersebut. Dia dianggap sebagai Fug karena memiliki gaya yang sensual sehingga berpotensi untuk dilampiaskan sebagai objek untuk memenuhi kebutuhan seksual sama-sama laki-laki.
10
41:20
Nelson Biederman dikerjai habis-habisan oleh Lyshitski, dengan menyarakan untuk hal-hal yang membahayakan dirinya, seperti berkenalan dengan Lynard yang menjadi ketua gang di penjara.
Bekenalan dengan ketua gang di penjara adalah sebuah kesalahan besar karena hal tersebut merupakan pantangan. Ketua gang memiliki berbagai hak dan kekuasaan untuk melakukan apa saja di dalam penjara, termasuk melukai seseorang bahkan membunuhnya. Terkait pada bagian budaya penjara yang bernama Gorillas and Merchant, “Stauch Gang” merupakan gang yang menggunakan kekerasan untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Individu yang tergabung didalam geng tersebut menggunakan paksaan untuk mengeksploitasi narapidana lainnya, gorilla ini terorganisir. Lynard sebagai ketua geng yang juga sebagai ketua gorilla ini nantinya kan mengeksploitasi Nelson Biederman yang mana sebagai Merchant yang lemah.
11
45:53
Nelson Biederman masuk sel isolasi karena ulah Lysthiski, maka dari itu Nelson berupaya untuk bunuh diri dengan suntik yang berisi cairan pembersih kapal yang di dapatkan pada teman di penjara.
Karena terlalu stress akibat dikerjai oleh Lysthiski, akhirnya Nelson masih dikerjai lagi agar bisa masuk ke sel isolasi. Akhirnya, akumulasi tekanan dan depresi menaungi Nelson sehingga dia mencoba bunuh diri dengan suntikan yang berisi cairan pembersih kapal.
12
49:38
Nelson Biederman mengalahkan Lynard yang notabene adalah ketua gang di penjara, dengan cara memakai sendiri suntik yang berisi pembersih kapal yang sebelumnya akan dipaki untuk bunuh diri.
Sebelum Nelson bunuh diri, dia didatangi oleh Lynard ketua geng dengan tujuan untuk dibunuh karena telah berani melawan dia. Akan tetapi, melihat suntikan yang berisi cairan pembersih kapal yang disangkanya adalah heroin, Lynard langsung merebut dan menyuntikkannya ke badannya, dan alhasih Lynard mati pada saat itu juga. Pertarungan duel antara Nelson dan Lynard akhirnya dimenangkan oleh Nelson Biederman. Bentuk lain dari kekerasan yang tidak kalah menggangu untuk para tahanan, yaitu kekerasan dari tahanan yang lebih cepat tersulut amarahnya oleh para tahanan lainnya. Penyerangannya berasal dari kenyataan yang dia rasakan dan tersulut amarahnya daripada hasrat untuk menimpakan kepada yang lain tanpa sebab dan kekerasannya secara langsung terhadap temannya daripada melawan penjaga. Seperti yang terjadi pada kemarahan Lynard yang tersulut cepat karena Nelson Biederman, sehingga membuat tahanan lainnya senang melihat pertikaian ini dan ingin segera menyaksikan pertikaian yang ada tersebut.
13
50:53
Nelson Biederman menjadi bos gang di penjara karena telah mengalahkan bos penjara yang sebelumnya.
Bos penjara sebelumnya, Lynard yang telah dikalahkan oleh Biederman membuat pemangku kekuasaan ada di penjara ada di tangan Nelson Biederman. Saat ini Nelson Biederman menjadi bos dari para gang yang ada di penjara, karena menurut budaya di penjara siapa yang bisa mengalahkan pemimpin gang akan menjadi pemimpin gang yang baru.
14
50:58
Akhirnya Nelson sudah terbiasa di penjara, dan ini membuat Lysthiski marah karena rencananya tidak berjalan dengan baik.
Nelson Biederman bisa menikmati kehidupan di penjara karena telah menjadi bos dalam geng di penjara.
15
60:01
Nielson Biederman gagal untuk keluar dari penjara karena di dahinya terdapat kata “White Power” yang membuat pegawai penjara enggan membuat dia keluar penjara.
Masalah rasial dan konflik di penjara sangatlah sensitif. Sehingga, dengan slogan “white power” yang tertera di dahinya. Hal ini yang menyebabkan Biederman tidak bisa keluar penjara, dan hal ini pula yang menjadi ulah Lysthiski agar Nelson Biederman tidak keluar dari penjara.
16
60:03
Nelson Biederman dan Lyshtiski berseteru dan akhirnya mereka diputuskan untuk bertarung di tengah lapangan untuk menentukan pemenangnya. Hal ini sudah menjadi budaya penjara, jika ada yang mati berarti yang kalah.
Kebudayaan penjara menganjurkan apabila ada pihak yang berseteru maka akan dilakukan pertarungan untuk menemukan siapa yang benar dan salah. Bagi siapa yang kalah berarti mati.
17
60:10
Nelson Biederman dan Lysthiski berkelahi di tengah lapangan dan mereka sama-sama kalah, sehingga jenazahnya dikeluarkan dari penjara. Mereka saling menyuntikkan racun.
Akhirnya mereka keduanya sama-sama kalah dan akhirnya dikeluarkan dari penjara karena dianggap mati.
18
60:15
Ternyata, semua yang dilakukan Nelson Biederman dan Lysthiski hanyalah rekayasa yang mereka rencanakan agar dapat keluar dari penjara. Ternyata, mereka diselamatkan oleh teman sesama penyuka sesama jenisnya Nelson Friederman di pemakaman.
Padahal, hal itu sudah rencana yang mereka persiapkan agar dapat keluar penjaara bersama-sama. Dengan sedikit suapan kepada dokter forensik, si teman penyuka sesama jenis dari Nelson Biederman pun melakukan penyelamatan terhadap Nelson Biederman dan John Lysthiski dengan menggali pemakaman mereka berdua.
19
60:17
Nelson Biederman dan Teman penyuka sesama jenisnya hidup berkeluarga dan membuat perusahaan anggur toilet bersama rekan penjaranya yang sudah keluar.
Karena sebelumnya Nelson Biederman menjadi korban sodomi oleh teman penyuka sesama jenisnya, maka dia berubah menjadi homoseksual dan hidup dalam keluarga. Fag adalah pria yang terlibat dalam homoseksualitas karena dia menyukainya atau karena dia menginginkannya, kaitannya dalam para tahanan, itu adalah pria dengan cara berjalan seperti wanita dan sikap yang lemah gemulai, dia juga berkesempatan mengeritingkan rambutnya, atau mewarnai bibirnya dengan lipstik buatan sendiri. Sampai keluar dari penjarapun, akhirnya Nelson Biederman menjadi homoseksual dalam katagofi Fug menurut istilah dalam kepenjaraan.
20
60:23
Akhirnya Nelson Biederman dan Lysthiski akhirnya berteman.
Setelah keluar dari penjara, Nelson Biederman, John Lysthiski, dan teman penyuka sesama jenisnya Nelson berteman baik.



Definisi dan Jenis Konflik


Definisi Konflik
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).

Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).

Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).

Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).

Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Teori konflik
Konflik sosial mengasumsikan beragam bentuk. Kompetisi menunjukkan konflik atas kontrol sumber daya atau keuntungan yang dikehendaki pihak lain walaupun kekerasan fisik tidak terlibat. Kompetisi tertata adalah konflik damai yang diselesaikan melalui aturan-aturan yang disepakati. Sistim pasar melibatkan kompetisi, baik diatur maupun tidak. Konflik lain bisa jadi lebih keras dan tidak ditata; hanya pihak-pihak yang berkuasa yang mengatur.

Para ilmuwan sosial pada abad kesembilan belas dana wal dua puluh menaruh minat pada konflik dalam masyarakat. Namun para fungsionalis pertengahan abad kedua puluh menolak konflik dengan konsep unitary yang menekankan integrasi sosial dan efek harmoni nilai-nilai bersama. Walaupun memperhatikan konflik, mereka manganggap konflik sebagai patologis alih-alih sebagai keadaan organisme sosial yang sehat.

Beberapa sosiolog pada era 1950-an berusaha membangkitkan apa yang mereka sebut ‘teori konflik’ melawan dominasi fungsionalisme ketika itu dengan merujuk pada Marx dan Summel. Marx memberikan model dikotomi konflik sosial yang mana keseluruhan masyarakat dibagi atas dua kelas yang mewakili kepentingan modal dan tenaga kerja. Pada akhirnya, konflik akan mentransformasi masyarakat. Wlaaupun menekankan saliance konflik, Simmel mengambil baik model dikotomi maupun asumsi bahwa konflik pada akhirnya akan menghancurkan tatanan sosial yang ada. Ia percaya bahwa konflik memiliki fungsi positif bagi stabilitas sosial dan membantu melestarikan kelompok atau kolektivitas L.Coser (1956, 1968) mengembangkan perspektif Simmel untuk menunjukkan bahwa konflik biasanya bersifat fungsional dalam masyarakat kompleks daan majemuk. Ia berpendapat bahwa konflik-konflik yang mana seseorang yang bersekutu dengan satu pihak merupakan lawan pihak lain, mencegah konflik bergerak dalam satu arah dan membagi masyarakat dalam garis dikotomi. Masyarakat kompleks memiliki kemajemukan kepentingan dan konflik yang menyediakan mekanisme penyeimbang yang mencegah ketidakstabilan. R. Dahrendorf (1959) juga menyimpulkan bahwa konflik bersifat berpotongan dan bukan bertindihan. Tidak seperti Marx, ia mengklain bahwa pusat konflik dalam semua institusi sosial berkenaan dengan distribusi kekuasaan dan wewenang alih-alih modal; dan adalah hubungan antara dominasi dan subordinasi yang membentuk kepentingan yang berlawanan. Ia berpendapat bahwa keberhasilan konflik industrial (industrial conflict) dalam ekonomi sehingga tidak melebar ke institusi lain, adalah penting dalm konteks ini.

D. Lockwood (1964) mengembangkan pembedaan, secara implisit di Marxism, antara konflik dan integrasi ‘sistem’ dan ‘konflik integrasi sosial’. Konflik sistem muncuk ketika institusi-institusi tidak harmonis, misalnya  ketika subsistem politik megupayakan kebijakan yang berkonflik dengan kebutuhan subsistem ekonomi. Konflik sosial bersifat antarpribaddi dan muncul hanya dalam interaksi sosial.

Dengan kemunduran fungsionalisme dan kebangkitan pendekatan sosiologi Marxis dan Weberian sejak 1970-an, perdebatan lawas tentang konflik dan konsensus (consensus) telah menghilang dari teori sosial. Konflik dan kerja sama di antara individu masih merupakan perhatian dalam game theory dan rational choice theory.

Friday, November 16, 2012

Ontologi : Hakikat Apa Yang Dikaji


Aspek-aspek yang akan dipelajari dalam ontologi adalah metafisika, asumsi, peluang, beberapa asumsi dalam ilmu, dan batas-batas penjelajahan ilmu.
Tafsiran yang paling pertama yang diberikan oleh manusia terhadap malam ini adalah bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat gaib dan wujud-wujud yang lebih kuasa dibandingkan oleh alam yang nyata. Animisme merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme ini, di mana manusia bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib yang terdapat dalam benda-benda. Animisme merupakan kepercayaan yang paling tua yang dalam sejarah perkembangan manusia, pernah dipeluk oleh masyarakat.
Asumsi merupakan aliran filsafat yang lawan dari faham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Demikian juga faham determinisme ini bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat kepada hukum alam yang tidak memberikan alternatif.
Sekiranya kita memilih hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka kita berpaling kepada paham pilihan bebas. Sedangkan posisi tengah yang terletak di antara keduanya mengantarkan kita kepada paham yang bersifat probabilistik.
Ilmu Probabilistik atau ilmu tentang peluang termasuk cabang ilmu yang baru. Walau termasuk ilmu yang relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika berkembang cukup pesat.
Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0 menyatakan bahwa suatu kejadian itu tidak mungkin terjadi. Dan angka 1 menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya bahwa peluang semua makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1.
Cabang utama metafisika adalah ontologi, syudi mengenai ketegorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat dan kemungkinan.
Ontologi adalah ilmu yang mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah yang sering kali secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan bagaimana. Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati melalui panca indera manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu.

Sumber:
Suriasumantri, Jujun. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Rachmat, Aceng. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta : Kencana

Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Yvonne Jewkes dan Vincent F. Sacco


Pemikiran Yvonne Jewkes
Sering kali dari pemberitaan di koran terkesan sangat menakut-nakuti masyarakat.  Selain itu, sinetron teratur menggunakan cerita berpusat di sekitar serius dan kekerasan kejahatan dalam rangka untuk meningkatkan rating penonton. Hal ini mengakibatkan jadwal televisi penuh dengan program-program tentang polisi, penjahat, tahanan dan pengadilan. Mengapa kita (para penonton) terpesona oleh kejahatan dan penyimpangan? Apa sebenarnya hubungan antara media massa dan kejahatan?
Para teoritis perspektif yang akan dibahas dalam bab ini meliputi Media ‘effects’, Mass society theory, Behaviourism and positivism, The legacy of ‘effects’ research, Strain theory and anomie, Marxism, critical criminology and the‘dominant ideology’ approach, The legacy of the Marxist dominant ideology approach, Pluralism, competition and ideological struggle, Realism and reception analysis, dan Postmodernism and cultural criminology.
Media ‘Effect’
Pendekatan ini menjelaskan mengenai seberapa besarkah media mempengaruhi manusia untuk bertingkah laku menympang atau bertingkah laku jahat. Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh ilmu psikologis dengan basis pendekatan behavioral. Pendekatan ini menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat yang tidak stabil sehingga mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal. Pada kajian ini, akan mengeksplorasi dampak dari teori media massa dan behaviorisme psikologis, setelah itu menguraikan bagaimana mereka memunculkan gagasan yang telah menjadi suatu kebenaran: bahwa media gambar bertanggung jawab untuk mendegradasi moral yang yang ada.
Bagian ini telah menelusuri asal-usul dan perkembangan teori yang telah membentuk jalan kriminologi dan studi media, dan berusaha untuk memberikan gambaran yang luas mengenai hubungan dan konflik antara kejahatan dan media massa. Dengan demikian,telah ditetapkan bahwa hubungan kriminologi dan media tidak hanya dilihat dalam satu hubungan saja. Diperlukan berbagai perspektif agar pengembangan konsep dapat dilakukan. Konsep-konsep dasar yang menjelaskan menganai media massa dan kejahatan antara lain:
Media Effect: teori awal menghubungkan media dan kejahatan yang ditandai oleh pandangan negatif dari kedua peran dari media dan dipengaruhi juga oleh kerentanan dari penonton. Di zaman ketidakpastian dan ketidakstabilan ini, ketika diyakini bahwa tindakan manusia ini sangat ditentukan oleh kekuatan eksternal dan salah satunya adalah media massa. Meskipun peneliti akademis di Inggris telah sangat ditentang upaya untuk menegaskan adanya hubungan sebab akibat antara media dan kejahatan, namun perdebatan ini masih sering dilakukan untuk menunjukkan bahwa media massa berpengaruh besar terhadap kejahatan. Media mampu memicu konsekuensi negatif atau anti-sosial pada wacana populer, termasuk yang telah dimasukkan ke dalam kebijakan.
Strain theory dan anomie: pengembangan Merton tentang anomie membantu kita untuk memahami bahwa strain disebabkan oleh keterputusan antara tujuan budaya dan status, dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Keterputusan ini disebabkan berbagai upaya untuk mencapai tujuan budaya, akan tetapi cara yang digunakannya telah melanggar aturan masyarakat. Selain itu juga dijelaskan mengenai keterputusan ini disebabkan oleh terpenuhinya cara-cara yang sah akan tetapi tujuan budayanya telah menentang kesepakatan sosial.
Karya Merton mengikuti teori Durkheim mengenai karakteristik masyarakat dan bagaimana individu berjuang untuk mencapai solidaritas sosial. Keadaan tanpa norma ini merupakan kecenderungan dari masyarakat yang ingin mencapai tujuan budaya dengan cara yang salah, atau tidak mencapai tujuan budaya akan tetapi dengan cara-cara yang dibenarkan. Keadaan ini dinamakan anomie karena segala aturan dalam masyarakat telah pudar.
• Dominan Ideologi: Dengan penemuan kembali tulisan-tulisan Marx tentang struktur sosial, maka para ilmuan pada 1960-an dan 1970-an memfokuskan perhatian mereka pada sejauh mana konsep 'diproduksi' secarapandangan ideologis. Menurut pendekatan ideologi, kekuasaan untuk mengkriminalisasi dan dekriminalisasi kelompok tertentu dan perilaku terletak dengan elite penguasa yang - dalam proses yang dikenal sebagai 'hegemoni'.
Kelompok kuat mencapai konsensus publik mengenai definisi dari kejahatan dan penyimpangan, sertamendapatkan dukungan massa untuk langkah-langkah kontrol dan penahanan, bukan dengan kekerasan atau paksaan, tetapi dengan menggunakan media untuk halus membangun makna ideologis yang kemudian diartikulasikan menjadi wacana (Stevenson, 1995).
Pluralisme: Perspektif ini muncul sebagai tantangan untuk model hegemoni media dalam hal kekuasaan. Pluralisme menekankan keragaman dan pluralitas saluran media yang tersedia, sehingga melawan gagasan bahwa ideologi apapun dapat menjadi dominan untuk waktu yang lama jika tidak tidak mencerminkan apa yang orang pengalaman untuk menjadi kenyataan.
• Postmodernisme dan kriminologi budaya: Postmodernisme adalah hal tunduk untuk memahami dan menyatakan bahwa ada 'karakteristik mendefinisikan' dari postmodernisme, mereka termasuk: akhir dari setiap keyakinan dalam rasionalitas ilmiah menyeluruh: ditinggalkannya teori empiris kebenaran, dan penekanan pada fragmentasi pengalaman dan diversifikasi sudut pandang. Para postmodernis menolak klaim kebenaran yang diusulkan oleh 'teori besar'.
Dalam kriminologi, postmodernisme menyiratkan ditinggalkannya konsep kejahatan dan pembangunan dan cara berpikir untuk menentukan proses kriminalisasi dan kecaman. Kriminologi budaya mencakup ide-ide postmodern dan mendasari mereka dengan beberapa kekhawatiran belum didirikan lebih 'radikal'.

Pemikiran Vincent F. Sacco
Berita dalam media adalah bagian penting dari proses perubahan dari masalah individual menjadi maslaah publik. Hal ini mengakibatkan kejahatan-sebagai korban atau pelaku-yang berubah menjadi isu-isu publik. Konstruksi sosial kejahatan dapat dipahami sebaga jenis hubungan yang menghubungkan kantor berita ke sumber mereka, dan organisasi.
Kejahatan yang disajikan dalam media massa antara lain seperti resesi ekonomi, kurangnya perumahan yang terjangkau, atau perawatan kesehatan yang tidak memadai, dan masalah publik. Untuk masalah kejahatan personal, kerugian atau cedera bersifat sangat pribadi. Sejumlah studi isi media telah mendokumentasikan fakta bahwa laporan kejahatan adalah komoditas berita tahan lama. Analisis isi media menunjukkan bahwa berita itu menyediakan peta dari dunia peristiwa kriminal yang berbeda dalam banyak hal dari satu disediakan oleh statistik kejahatan resmi.
Produksi berita cenderung akan mencari berita dengan jumlah penonton yang tinggi, sehingga akan meningkatkan rating penonton. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari berita tersebut. Pemberitaan kejahatan yang terjadi secara personal dan mengangkatnya untuk masyarakat menrupakn trik media untukmenebarkan berita dan ketakutan. Secara langsung maupun tidak langsung, akibat pemberitaan yang bersifat generalisasi ini, media telah mengkonstruksi pemikiran masyarakat akan kejahatan.
Dampak laten dari pemberitaan ini adalah menciptakan kepanikan dan ketakutan bagi amsyarakat. Sedangkan dampak manifest dari pemberitaan ini adalah emnciptakan konstruksi masyarakat dan perspektif masyarakat terhadap kejahatan. Kejahatan telah didefinisikan oleh media dan selanjutnya ditanamkan pada paradigma masyarakat.