Thursday, May 31, 2012

Human Rights For All (ODHA)

Saat kita melihat kondisi orang yang terjangkit HIV AIDS, stigma buruk tidak lepas dari orang-orang dalam masyarakat. Memperingati hari AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember, seharusnya kita melihat kembali kondisi keadaan keadilan yang ada. Stigma tumbuh karena kecenderungan masyarakat dalam mengelompokkan dan melindungi kelompoknya demi kepentingan individu maupun kolektif. Masyarakat yang memberikan stigma kepada ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) pada dasarnya tidak memperhatikan aspek sosial dan kemanusiaan. Masyarakat cenderung hanya menstigma tanpa ada belas kasihan terhadap kaum termarjinalkan ini.
Kondisi seperti ini harus dirubah, karena demi berlangsungnya kondisi masyarakat yang memegang teguh pluralisme, pendekatannya harus mementingkan hak semua orang. Dalam hal ini salah satu bentuk kesetaraan yang harus didapatkan oleh kaum terpinggirkan adalah keberadaan tanpa stigma. Bagi ODHA, dukungan masyarakat dalam upaya memberikan motivasi agar selalu memiliki spirit menjalani kehidupan. Salah satu dari Pasal 27 dari Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa kelompok minoritas tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat. Dengan berpatokan kepada pasal tersebut, diskriminasi dan pemberian stigma buruk terhadap ODHA sangat bertentangan dengan hak-hak memperoleh keadilan.
Menghilangkan stigma di dalam masyarakat tidak semudah yang dibayangkan, karena unsur-unsur dalam masyarakat ini kompleks dan perlu perubahan secara mendasar. Kita tahu bahwa stigma merupakan salah satu gejala masyarakat yang sulit menerima pluralisme. Hal yang dibutuhkan adalah memberikan pendidikan terhadap masyarakat agar dapat lebih bijak lagi melihat dan memperlakukan kelompok minoritas ini. Hal ini dikarenakan, hak untuk hidup di dalam masyarakat tanpa diskriminasi merupakan suatu cara agar masyarakat dapat menghormati ODHA.
Upaya kecil dan efektif untuk setidaknya memberikan pengetahuan tentang hak asasi manusia adalah melalui pendidikan di media massa. Selain itu pemberian kurikulum untuk siswa agar dapat melihat keberagaman dan upaya saling menghormati serta cinta kasih saling memakmurkan. Hal ini diupayakan agar keadaan masyarakat tidak menuai konflik yang didasarkan oleh ketidakadilan-ketidakadilan.
Sebagai pihak yang rentan, ODHA wajib mendapat perhatian dari pemerintah untuk diberikan layanan khusus bagi mereka. Kebijakan-kebijakan publik yang menyangkut keadilan bagi pihak minoritas juga ditegakkan untuk mendukung keseimbangan pluralisme. Dukungan dari semua pihak antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci dalam menghilangkan stigma buruk bagi ODHA. ODHA bukan orang lain, mereka sama seperti kita, dan dukungan serta motivasi dari kita yang akan membuat mereka merasa adanya keadilan.

Dani Satria
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Puisi Untuk Guru

Perkembangan zaman mewarnai cakrawala kita
Pagi dan petang, dapat terlihat oleh mata
Lihatlah betapa berbedanya cahaya hari ini dibandingkan lusa
Buka mata sebelum pagi buta
Rasakanlah hembusan sepoi segar berselimut asap pabrik Jakarta
Siapa yang telah membuat miniatur ini tertata?
Adakah ini sebuah kendali kosmos mistisme yang nyata
Hingga semua orang sibuk
Tidak memperdulikan waktu yang telah tersita
Untukkmu, guruku
Paru-paru kembang kempis menikmati kepulan asap pekerjaan
Industrialisasi, membuat citramu buruk dalam kerusakan demokrasi
Atas dasar apa menstigma seperti ini
Hanya akan membuat kepulan pabrik itu merusak bumi
Belajarlah membaca
A B C D
Lima dikali tiga sama dengan lima belas
Siapa yang bertanggungjawab atas semua ini
Hanya mencari kembing hitam berselimut asap knalpot atas jawaban ini
Pahlawan tanpa tanda jasa
Tersemat setia
Sampai memekakkan telinga dalam radius 2 kilometer di stepa nusa tenggara
Dalam keringnya kerongkongan bocah bersemangat yang setia menggembala domba
Sebagaimana tanah kering sebagai alas
Dan sehelai lusuh merah putih yang tak kenal setrika
Atas dasar apa kekonyolan kambing hitam pabrik-pabrik pendidikan di Jakarta?
Sekali lagi, maaf guru
Citramu semakin buruk di sini
Dalam kemajemukan telekomunikasi berlabel buah-buahan
Bagaimana menjawab di ujung timur sana?
Aku senang melihat kau mengayuh sepeda kumbang yang tak kalah kurusnya dari kau
Itulah pahlawan sejati bagi mereka

Dani Satria
Mahasiswa FISIP UI

MANUSIA, KEHIDUPAN, DAN PERDAMAIAN

Ketika manusia tidak dapat memilih, dan tidak mempunyai otonomi
ketika manusia tidak mempunyai akses dan kontrol
terhadap berbagai sumber daya yang tersedia
Ketika manusia ditindas
Pada saat yang sama manusia kehilangan harkat, martabat, dan hak asasinya sebagai manusia
Pada saat itu pula pencarian dan perjuangan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan,
kesetaraan dan keadilan tanpa membedakan ras, kelas, gender, agama, kekuasaan, usia, budaya, atau apa pun, harus dimulai.
Dan pencapaian abadi berujung pada persaudaraan sejati, keadilan dan perdamaian bagi semua umat manusia.


Puisi Karya Romany Sihite, 2006
-dikutip dari buku Perempuan, Kesetaraan, dan Keadilan-

Wednesday, May 30, 2012

UAS VIKTIMOLOGI : HIDDEN VICTIM PADA ANAK YANG TINGGAL DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Latar Belakang
Setiap tindak kejahatan pasti akan menimbulkan korban, karena sesuai dengan definisi kejahatan itu sendiri membutuhkan faktor korban sebagai terciptanya suatu kondisi tersebut. Kejahatan muncul dikarenakan adanya pelaku, korban, dan reaksi sosial. Dalam kajian kriminologis, analisa mengenai korban kejahatan dikaji tersendiri. Pengkajian mengenai korban kejahatan disebut dengan viktimologi. Pembahasan mengenai korban-korban dalam viktimologi dapat dijelaskan dalam tipologi korban.
Menurut tipologi korban kejahatan berdasarkan keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan menurut Ezzat Abdel Fattah, tipologi korban antara lain nonparticipating victims, latent victims, provocative victim, participating victim, false victim. Sedangkan ditinjau dari perspektif korban sendiri menurut Stephen Schafer antara lain, unrelated victims, provocative victims, participating victim, biologically weak victim, socially weak victim, self victimizing victim, political victim. sedangkan pengelompokan korban menurut Sellin dan Wolfgang yaitu, primary victimization, secondary victimization, tertiary victimization, dan, no victimization.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali melihat suatu kejahatan yang korbannya jelas terlihat. Seperti kejahatan jalanan pencopetan, perampokan, dan penganiayaan, semuanya memiliki penegasan korban secara nyata dan terlihat jelas ditunjukkan. Akan tetapi, terdapat banyak kejahatan dengan korban yang tersembunyi, yaitu hidden victim. Jenis dari korban ini adalah korban akibat suatu tindakan yang kita jarang definisikan sebagai korban, namun posisinya pada dasarnya sebagai korban. Dengan kata lain, jenis korban ini memiliki definisi sebagai korban yang tersembunyi.
Korban yang tersembunyi atau hidden victim ini merupakan jenis korban yang kita seringkali tidak menyangkanya sebagai korban. Sebagai contoh dari hidden victim ini adalah seorang anak yang masih membutuhkan asuhan orang tua dan kebutuhan dari orang tua yang terpaksa tinggal bersama orang tuanya di penjara. Hal ini mungkin terlihat sebagai kondisi yang lazim sebagai keprihatinan orang tua terhadap anaknya. Ironisnya, dari pihak penjara sendiri menganggap hal ini sebagai bentuk hak-hak ibu terhadap anaknya dalam mengurus dan menjaga.
Hal ini sangat kontradiktif sendiri mengingat kita tahu bahwa penjara adalah alat penghukuman yang digunakan negara dalam pembinaan narapidana. Dengan demikian dapat dikatakan apabila seseorang dipenjara adalah akibat mereka melakukan kejahatan. Bersangkutan dengan kasus anak, terlihat bahwa anak yang masih membutuhkan ibunya yang berstatus sebagai narapidana akan terkena efek kriminalisasi terhadap anak. Anak yang masih berusia seperti balita mendekap di penjara layaknya orang dewasa yang terbukti melakukan kejahatan.
Dari pihak penjara sendiri, hal ini digunakan sebagai hak ibu dalam mengurus anaknya. Akan tetapi mengingat kondisi penjara yang sangat tidak cocok bagi anak-anak apalagi balita, menjadi hal yang sangat membahayakan bagi tumbuh kembang anak. Anak yang seharusnya tumbuh kembang pada kondisi yang aman dengan hak-hak kesehatan tercukupi, menjadi terkriminalisasi secara tersembunyi bila diasuh di dalam penjara.
Akibat dari kriminalisasi dan pengasuhan anak dalam penjara, akan menimbulkan suatu korban tersembunyi yang diakibatkan oleh sistim peradilan pidana. Tidak adanya regulasi yang menhgatur secara detail mengenai anak dengan orang tua di penjara, haruslah dikaji ulang. Hal ini nantinya akan berguna dalam menanggulangi terjadinya suatu korban tersembunyi yang kita selalu anggap sebagai hal yang wajar.
Permasalahan
Munculnya hidden victim menjadikan fenomena tersendiri dalam kajian korban kejahatan. Sebelumnya, korban hanya berkutat pada kejahatan konvensional, kerah putih atau kejahatan harta benda dengan korban yang memiliki definisi jelas. Akan tetapi, saat ini munculnya suatu definisi terhadap korban dengan kondisi tersembunyi akibat kita menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Apalagi dalam sistim peradilan pidana dengan proses pemenjaraan yang memiliki banyak dampak bagi penghuninya. Pada makalah ini, akan memfokuskan kepada hidden victim pada anak-anak dalam sistim peradilan pidana di penjara. Bagaimana proses viktimisasi terhadap korban hidden victim dan bagaimana cara pemenuhan hak-hak bagi para korban hidden victim.
Kajian Kepustakaan
Jurnal Internasional
Jurnal berjudul Surveys of Victimization-An Optimistic Assesment menjelaskan bahwa figur gelap dari kejahatan tidak terekam dalam statistik kepolisian yang telah menghantui kriminolog selama berabad terakhir. Kejahatan tersembunyi belumlah tercatat dengan baik oleh catatan kriminal kepolisian. Sulitnya pendefinisian korban dan persepsi korban haruslah dikaji ulang dalam penelitian survey korban.
Dalam Jurnal yang berjudul Preventing Repeat Victimization menyatakan bahwa fenomena reviktimisasi atau viktimisasi berulang merepresentasikan proporsi besar dari semua viktimisasi. Kejahatan yang berulang terjadi pada daerah dengan kejahatan tinggi pada periode yang relatif singkat. Reviktimisasi juga terjadi pada kejahatan yang menimbulkan hidden victim. korban yang tidak terlihat akan cenderung terkena viktimisasi berganda juga karena tidak adanya kesadaran dari masyarakat.
Dalam jurnal yang berjudul Perceived Victimization in the workplace: The role of situational factors and victim characteristic menjelaskan bahwa teori viktimisasi berfungsi sebagai saran dalam kajian ilmiah untuk mengetahui seberapa besarkah suatu individu berbahaya atau beresiko. Berdasarkan riset viktimologi kriminal menyatakan bahwa pekerja lebih rentan untuk mengalami viktimisasi. Dalam hirarki pekerjaan, resiko terkena kejahatan adalah yang berada dalam status pekerjaan rendah.
Jurnal Student Victimization National and School System Effects on School Violence in 37 Nations menyatakan bahwa kekerasan di sekolah merupakan masalah diberbagai negara. Integrasi sosial dengan negara yang menjadi penyebab kekerasan di sekolah. Di samping itu, viktimisasi terhadap anak-anak di sekolah tersebut dikarenakan prestasi sekolah yang tidak begitu bagus. Anak-anak menjadi korban dari sistim sekolah yang tidak memadai.
Dalam Jurnal Crime Victimization: Its Extent and Communication menjelaskan bahwa konteks peradilan pidana diidentifikasikan dengan pemahaman dan komunikasi resiko yang penting. Peluang viktimisasi diklasifikasikan oleh tempat dan orangnya tersebut. resiko kejahatan dari penelitian The British Crime Survey dijelaskan bahwa perlu adanya pencatatan tempat dengan resiko kejahatan tinggi agar viktimisasi tidak terulang lagi.
Menurut Jurnal Crime Victims Serving as Jurors: Is There Bias Present? Menjelaskan bahwa korban dari kekerasan tidak seperti kejahatan tanpa korban.
Dalam jurnal Explaining Intimate Partner Violence: The Sociological Limitations of Victimization Studies menjelaskan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pasangan intim merupakan hal yang sangat lazim terjadi.
Kajian Teori
Sejumlah penulis dan peneliti bidang viktimologi merumuskan beberapa tipologi korban kejahatan. Tipologi-tipologi tersebut dirumuskan berdasarkan kriteria yang berbeda-beda, namun demikian terdapat persamaan umum dalam maknanya M.E. Wolfgang (1967), merumuskan tipologi korban kejahatan secara bertingkat, meliputi : 1. Primary victimization, 2. Secondary victimization, 3. Tertiary victimization, 4. Mutual victimization, 5. No victimization. Kategori-kategori korban yang dirumuskan oleh Wolfgang secara bertingkat tersebut, oleh E.A. Fattah (1967) dirumuskan berdasarkan peran korban, menjadi : 1. Non participating victim, 2. Latent or predisposed victim, 3. Provocative victims, 4. Participating victims, 5. False victims. B. Mendhelsohn sebagai pelopor viktimologi merumuskan tipologi korban berdasarkan tingkat kesalahan korban dalam peristiwa kejahatan (lihat Scafer, 1968) menjadi : 1. The completely innocent victim, 2. The victim with minor guilt, due to his ignorance, 3. The victim as guilty as the offender, 4. The victim more guilty than the offender. a, the provoker victim. b, the imprudent victim. 5. The most guilty victim, guilty alone, 6. The simulating victim, imaginary victim.
Teori viktimisasi kriminal utama yang dihasilkan dalam bidang viktimologi baru muncul pada tahun 1978. Pada tahun itu Hindelang, Gottredson, dan Gorofalo merumuskan Lifestyle-Exposure Theories of Victimization (teori-teori viktimisasi karena terpaan gaya hidup). Tahun berikutnya (1979), Cohen dan felson merumuskan Routine Activity Theory (teori aktifitas rutin). Tahun 1993, atau lebih dari satu decade kemudian, Meier dan miethe mencoba menggabungkan kedua teori diatas menjadi Structural-Choice Model of Victimization (model viktimisasi pilihan structural).
Menurut Cohen dan Felson, perubahan struktural dalam pola aktifitas rutin mempengaruhi tingkat kejahatan melalui pemusatan tiga unsur hubungan langsung kejahatan jalanan, yaitu adanya calon pelaku yang mempunyai motif melakukan kejahatan, adanya sasaran yang cocok, dan ketidakcukupan pengawasan terhadap pelanggaran, pada waktu dan tempat tertentu. Perubahan struktural, yang lebih dipahami sebagai perubahan sosial yang terwujud dengan adanya kemajuan teknologi, merupakan faktor yang mempengaruhi aktifitas rutin, yang pada akhirnya meningkatkan resiko viktimisasi criminal.
Definisi Konseptual
Pengalaman viktimisasi yaitu pengalaman menjadi korban kejahatan.
Viktimitas yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya pengalaman viktimisasi.
Peristiwa pengulangan menjadi korban kejahatan ini disebut sebagai viktimisasi berganda.
Hidden Victim adalah korban yang tidak terlihat akibat anggapan sebagai sesuatu yang wajar, padahal korban mengalami ketidakadilan dan viktimisasi.
Uraian Kasus
Kasus ini menceritakan tentang anak yang masih berusia 16 bulan yang kondisinya ikut masuk dalam tahanan di penjara. Kedua orang tua dari anak yang berusia 16 bulan ini merupakan tersangka pembunuh keluarga I Made Purnabawa. Kedua tersangka tersebut adalah Heru Hardiyanto dan I Putu Anita Supra Dewi yang kondisinya menjadi tahanan di sel Mapolresta Denpasar. Dengan alasan seperti itulah, anak mereka yang masih berusia 16 mulan mendekap di dinginnya penjara.
Menurut keterangan dari Kasubag Humas Polresta Denpasar, AKP Ida Bagus Made Sarjana menyatakan bahwa tersangka sengaja membawa anaknya masuk tahanan dikarenakan demi kepentingan anak tersebut. anak tersebut bila ditingal di luar penjara tidak akan ada yang mengurusnya, dan lebih baik hidup dengan ibunya di penjara. Di penjara, anak tersebut dapat dirawat oleh Ibu.
Menurut Sarjana, kebijakan memperbolehkan balita tinggal bersama ibunya juga bertujuan positif agar tidak menyengsarakan keduanya. Pihak kepolisian akan tetap menjamin hak-haknya sebagai seorang ibu maupun hak anak untuk dekat dengan orang tuanya. Akan tetapi, dari pihak kepolisian tidak menjamin semua biaya atau kebutuhan selama balita itu di sel, dan bukan merupakan tanggungjawab pihak penjara.
Sampai saat ini, pelaku yang sudah berhasil dibekuk dan ditahan di Bali, mencapai 5 orang. Pihak kepolisian masih melakukan pengejaran terhadap 2 pelaku lainnya yang diduga bersembunyi di daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tim gabungan masih di lapangan, sampai saat ini dua pelaku lainnya masih buron termasuk mobil Kijang Innova juga masih dicari.
Analisis Kasus
Kasus yang menimpa anak yang masih berumur 16 tahun ini merupakan sebuah viktimisasi tersembunyi yang berada pada kedok sistim peradilan pidana. Menurut definisinya dari hidden victim, menyatakan bahwa korban yang tidak terlihat akibat anggapan sebagai sesuatu yang wajar, padahal korban mengalami ketidakadilan dan viktimisasi. Hal ini mengungkapkan bahwa sebenarnya, anak balita yang masih ikut dengan Ibunya yang tersangkut tindak pidana merupakan kasus hidden victim.
Menurut Jurnal Surveys of Victimization-An Optimistic Assesment menyatakan bahwa selama ini kejahatan tersembunyi tidaklah tercatat oleh sistim peradilan pidana. Hal ini membuat survey korban kejahatan juga tidak mencatat adanya kejahatan semacam ini. Statistik kepolisian kejahatan selama ini menjelaskan bahwa figur gelap dari kejahatan tidak terekam dalam statistik kepolisian. Kejahatan tersembunyi belumlah tercatat dengan baik oleh catatan kriminal kepolisian. Sulitnya pendefinisian korban dan persepsi korban haruslah dikaji ulang dalam penelitian survey korban.
Berdasarkan jurnal Preventing Repeat Victimization menyatakan bahwa fenomena reviktimisasi atau viktimisasi berulang merepresentasikan proporsi besar dari semua viktimisasi. Reviktimisasi apabila dikaitkan dengan kasus hidden victim anak berusia 16 bulan di pendara antara lain bahwa banyak tindakan keliru seperti ini dilakukan di lembaga pemasyarakatan. Apabila hidden victim ini tidak ditangani dan tidak menjadi perhatian lebih, maka dikhawatirkan akan terjadi reviktimisasi dari adanya hidden victim. Reviktimisasi juga terjadi pada kejahatan yang menimbulkan hidden victim. Korban yang tidak terlihat akan cenderung terkena viktimisasi berganda juga karena tidak adanya kesadaran dari masyarakat.
Maka dari itu, untuk menghilangkan viktimisasi berulang akibat ketidaksadaran dari pemerintah dalam memberikan perhatian kritis terhadap hidden victim adalah dengan membuat bantuan dan anggaran yang dikhususkan untuk ibu yang memiliki balita. Ibu yang memiliki balita tersebut nantinya akan dititipkan kepada pihak yang berwajib dengan kondisi seadanya. Pihak lembaga pemasyarakatan akan memberikan sebuat klarifikasi dan konfirmasi atas kebenaran anak tersebut. sehingga, meminimalisir adanya suatu pemanfaatan dari narapidana yang mengaku punya anak.
Seperti yang disebutkan dalam jurnal Student Victimization National and School System Effects on School Violence in 37 Nations, saya mengasumsikan anak yang berada dalam lembaga pemasyarakatan sama dengan anak yang berada di sekolah yang rusak. Anak-anak menjadi korban dari sistim sekolah yang tidak memadai tersebut. Lembaga pemasyarakatan yang di dalamnya ada balita, akan mempunyai dampak yang besar bagi kerentanan balita tersebut. sebagai sekolah yang rusak bagi balita, penjara ini akan membawa nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan yang tidak sesuai pula.
Dalam jurnal Crime Victimization: Its Extent and Communication menjelaskan bahwa konteks peradilan pidana diidentifikasikan dengan pemahaman dan komunikasi resiko yang penting. Peluang viktimisasi diklasifikasikan oleh tempat dan orangnya tersebut. Meskipun lembaga pemasyarakatan berisi tentang nilai-nilai yang akan diterapkan kepada warga binaan agar dapat kembali ke masyarakat, juga terdapat nilai-nilai transmisi budaya menyimpang di lembaga pemasyarakatan. Dengan kata lain, tempat berkumpulnya orang-orang delinkuen dan pelanggar hukum membuat lembaga pemasyarakatan menjadi tempat dengan resiko kejahatan tinggi.Resiko kejahatan dari penelitian The British Crime Survey dijelaskan bahwa perlu adanya pencatatan tempat dengan resiko kejahatan tinggi agar viktimisasi tidak terulang lagi. Apabila di dalam lembaga pemasyarakatan tersebut terdapat anak-anak di bawah umur, ditakutkan akan terkena imbas yang cukup signifikan bagi tumbuh kembang anak. Konsisi psikologis anak juga akan terganggu dengan kehidupan di lembaga pemasyarakatan. Dengan demikian, sebisa mungkin apabila terdapat anak jangan sampai berada dalam penjara. Apabila anak masih menggantungkan hidupnya pada orang tua, tunggu sampai anaknya sudah cukup besar dan barulah orang tuanya ditahan di lembaga pemasyarakatan.
Menurut analisa jurnal Explaining Intimate Partner Violence: The Sociological Limitations of Victimization Studies menjelaskan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pasangan intim merupakan hal yang sangat lazim terjadi. Hal ini yang sangat dikhawatirkan, bahwa kondisi anak bisa terancam di lembaga pemasyarakatan apabila kondisi ibu dari anak tersebut sedang tidak baik. Anak dapat menjadi pelampiasan dari kemarahan Ibu. Kedekatan initim dapat berdampak pada kekerasan terhadap anak. Jadi, sebisa mungkin anak tidak dibiarkan tinggal di lembaga pemasyarakatan. Hal ini dikarenakan anak merupakan hidden victim dari adanya lembaga pemasyarakatan.
Pemenuhan hak-hak anak sebagai korban hidden victim adalah dengan pemberian tunjangan khusus bagi anak yang orang tuanya berada dalam penjara. Akan tetapi, hanya dibatasi pada anak yang benar-benar tidak ada yang merawatnya saat orang tuanya di penjara. Apabila terdapat orang tuanya dipenjara namun dalam keluarga ada yang mau merawatnya maka pihak lembaga pemasyarakatan akan menitipkan bagi keluarga saudara yang mau merawatnya.
Kesimpulan
Proses viktimisasi dari hidden crime bagi anak-anak dipenjara adalah sebuah ketidaksadaran pemerintah dalam memberikan tinjauan kritis terhadap masalah anak. bahwa sesungguhnya anak tidak berada pada lembaga pemasyarakatan dengan dalih mengikuti orang tuanya agar bisa diurus. Pemerintah seharusnya memberikan anggaran khusus bagi anak yang ibunya adalah narapidana. Apabila perlakuan anak dalam penjara tidak membuat kondisi dan mengangkat kepentingan anak, maka dengan kata lain negara telah membuat tumbuh kembang anak sebagai generasi penerus dengan perlakuan tidak baik.
Penjara bukanlah tempat yang baik untuk anak. Dengan demikian, sebisa mungkin anak jangan sampai masuk penjara meskipun dengan alasan tidak ada tanggung jawab lapas. Pemenuhan hak-hak anak di dalam penjara sebagai hidden victim haruslah mulai diperhatikan dan dibuatnya suatu kebijakan yang dapat membuat anak menjadi lebih baik.












Daftar Pustaka
• Sparks, F Richard. Surveys of Victimization-An Optimistic Assessment. Crime and Justice, Vol. 3 (1981), pp. 1-60
• Farrel, Graham. Preventing Repeat Victimization. Crime and Justice, Vol. 19, Building a Safer Society: Strategic Approaches to CrimePrevention (1995), pp. 469-534
• Aquino, Karl and Bradfield, Murray. Perceived Victimization in the Workplace: The Role of Situational Factors and VictimCharacteristics. Organization Science, Vol. 11, No. 5 (Sep. - Oct., 2000), pp. 525-537
• Motoko Akiba, Gerald K. LeTendre, David P. Baker and Brian Goesling. Student Victimization: National and School System Effects on School Violence in 37 Nations. American Educational Research Journal, Vol. 39, No. 4 (Winter, 2002), pp. 829-853
• Paul Wiles, Jon Simmons and Ken Pease. Crime Victimization: Its Extent and Communication. Journal of the Royal Statistical Society. Series A (Statistics in Society), Vol. 166, No. 2(2003), pp. 247-252
• Scott E. Culhane, Harmon M. Hosch and William G. Weaver. Crime Victims Serving as Jurors: Is There Bias Present?. Law and Human Behavior, Vol. 28, No. 6 (Dec., 2004), pp. 649-659
• Joseph H. Michalski. Explaining Intimate Partner Violence: The Sociological Limitations of Victimization Studies. Sociological Forum, Vol. 20, No. 4 (Dec., 2005), pp. 613-640
• Abdussalam. 2010. Victimology. Jakarta : PTIK
• Yulia, Rena. 2010. Viktimologi. Yogyakarta : Graha Ilmu
• http://news.okezone.com/read/2012/03/01/340/585514/bayi-ini-ikut-merasakan-dipenjara-bersama-orangtuanya diakses pada tanggal 29 Mei 2012, pukul 12.51 AM

Analisa Film The Help dalam Perspektif Gender

BAB I
Pendahuluan

Latar Belakang
Fenomena diskriminasi memang masih menjadi hal yang membuat keharmonisan di dunia menjadi buyar. Keharmonisan berguna sebagai sarana kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat. Seperti kehidupan yang tanpa adanya diskriminasi, akan terciptanya masyarakat yang menjunjung keadilan. Kita semua setuju apabila selama diskriminasi masih ada, sulit bagi masyarakat tercipta kedamaian dan kesejahteraan. Salah satu diskriminasi yang mencolok dan saat ini masih menjadi fenomena yang akan diberantas adalah diskriminasi warna kulit.
Diskriminasi warna kulit yang berimbas pada aspek-aspek lainnya merupakan fenomena yang terjadi di Amerika pada awal tahun 1910an. Sejarah kehidupan masyarakat Amerika Serikat tidak dapat dipisahkan dari pengalaman pahit yang dirasakan oleh masyarakat kulit hitam di sana. Penindasan serta pandangan rasis yang diterima para warga kulit hitam Amerika membangkitkan semangat pergerakan untuk mendapatkan hak-hak sipilnya. Latar belakang sejarah kelam masyarakat kulit hitam Amerika Serikat ini menjadi topik utama yang diangkat oleh sutradara Tate Tylor dalam film The Help.
Mengambil latar belakang di Missisipi pada tahun 1960an. Film yang dibuat pada tahun 2011 ini menjadi rujukan referensi yang bagus untuk kita yang akan memahami suatu diskriminasi warna kulit. Diskriminasi yang selanjutnya berdampak pada diskriminasi kelas dan diskriminasi gender akan membuktikan bertapa menderitanya dan ketidakadilan menimpa warga Amerika perempuan kulit hitam dengan status sosial rendah. Mereka akan berjuang untuk mendapatkan hak-haknya agar dapat lepas dari cengkraman diskriminasi yang merendahkan martabat mereka.
Skeeter (Emma Stone) sebagai tokoh utama dalam film ini merupakan seorang perempuan muda yang baru lulus kuliah dan kemudian bertekad untuk menjadi penulis. Dalam perjalanan menulisnya, ia tertantang untuk menulis buku tentang diskriminasi yang dialami peremuan kulit hitam yang bekerja pada keluarga kulit putih di Missisipi. Skeeter memulai proyek penulisannya dengan mewawancarai Aibileen (Viola Davis), seorang pekerja rumah tangga kulit hitam yang juga merupakan sahabat dari Skeeter. Melalui wawancara yang dilakukan oleh Skeeter, terungkaplah bagaimana diskriminasi yang menimpa perempuan kulit hitam di Missisipi terjadi, seperti contohnya yang terlihat jelas adalah pemisahan toilet antara majikan kulit putih dan pembantu kulit hitam.
Penulisan buku yang dilakukan Skeeter pun menjadi semakin menarik dan penuh intrik ketika Minny (Octavia Spencer), yang juga merupakan pembantu kulit hitam ikut bergabung. Sempat terbesit rasa ragu menyelumiti Aibelin dan Minny ketika menuliskan kisah mereka ke dalam sebuah buku, karena mareka takut dipecat dan terlebih lagi hukum di sana tidak memperbolehkan adanya interaksi khusus antara warga kulit hitam dan warga kulit putih. Namun, seiring berjalannya waktu semakin banyak saja perempuan kulit hitam yang turut membantu dalam penulisan buku ini karena merasa terpanggil dan ingin menceritakan kisah mereka yang alami dan nyata selama membesarkan anak-anak kulit putih.
Walaupun bercerita tentang diskriminasi yang dialami pekerja rumah tangga kulit hitam, namun sutradara tate Tylor berhasil meramunya menjadi cerita haru namun menyiratkan sikap semangat dari beberapa humor di sela-selanya. Film ini juga mendapatkan banyak apresiasi positif dari para kritikus film dunia dan juga berhasil meraih empat nominasi Acadeny Awards 2012 yang salah satu nominasinya dimenangkan oleh Octavia Spencer sebagai aktris pembantu terbaik. Film ini cocok untuk rujukan film perjuangan sebuah kaum minoritas dalam mencapai hak-haknya demi keadilan bagi hidupnya. Meskipun tidak diputar di Indonesia dalam layar lebar maupun layar kaca, kita dapat mengakses film ini melalui situs download film atau situs streaming video.
Kajian yang mendalam terhadap film ini sangat berguna bagi kita dalam mengetahui hal-hal apa yang melatarbelakangi sebuah diskriminasi terjadi. Kajian tentang diskriminasi ras, kelas dan gender akan sangat berguna bagi kita dalam melihat nilai-nilai kemanusiaan dan memperhatikan hak-hak mereka. Intrik yang ada dalam film The Help ini merupakan fenomena nyata yang memperlihatkan betapa beratnya kehidupan perempuan miskin kulit hitam di Amerika.

Permasalahan
Perempuan kulit hitam sebagi kelompok minortitas seringkali mendapatkan diskriminasi dan tersubordinasi dalam masyarakat yang dominan. Di dalam kelompoknya sendiri, perempuan kulit hitam juga tersubordinasi dan sering kali mendapatkan kekerasan dari laki-laki kulit hitam. Dalam film ini digambarkan, perempuan itu harus bekerja untuk mendapatkan uang untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Ketika ia dipecat dan kehilangan pekerjaan, ia akan mendapatkan kekerasan dari suami mereka. Melihat film The Help yang berisi tentang diskriminasi perempuan kulit hitam di Amerika, dapat dikaji dengan perspektif feminisme. Perspektif feminisme yang relevan dalam mengkaji film The Help akan sangat membantu dalam memahami gejala diskriminasi ras, kelas, dan geder di Amerika pada tahun 1960an.

Tujuan Kajian
Signifikansi Akademis
• Kajian ini berguna dalam menambah referensi analisa perspektif feminis dalam melihat gejala sosial terutama diskriminasi ras, kelas, dan gender yang ada di dunia.
Signifikansi Praktis
• Manambah solusi serta membuka wawasan tentang diskriminasi ras, kelas, dan gender dalam melihat ketidakadilan dalam masyarakat.
• Menumbuhkan rasa empati bagi kita agar selalu dapat melihat diskriminasi merupakan hal yang membuat kesenjangan sosial semakin tinggi, dan hal ini berakibat pada penindasan.




BAB II
Kajian Kepustakaan

Jurnal Internasional
Berdasarkan jurnal Intersection of Race, Class, Gender and Crime : Future Direction for Feminist Criminology pengalaman perempuan terkait secara struktural sedemikian rupa sehingga beberapa perempuan mendapat keuntungan dari opresi atas perempuan lainya yang berada di posisi yang lebih rendah. Perempuan-perempuan ini terkadang tidak menyadari jika ia diuntungkan dari adanya ketidaksetaraan dan opresi terhadap perempuan lain yang lebih rendah karena privilage yang dimilikinya.
Kajian Teori
Diskriminasi terhadap perempuan merupakan pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai dampak atau tujuan untuk mengurangi atau meniadakan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar kesetaraan antara laki-laki dan perempuan . Diskriminasi yang dialami peremuan inilah yang membuat posisi perempuan menjadi tidak menguntungkan karena perempuan akan rentan mengalami berbagai macam bentuk kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi .
Rasisme merupakan salah satu bentuk kekerasan dan pelanggaran terhadap hak, tempat, kesempatan dan eksistensi perempuan di dalam masyarakat sebagai manusia yang otentik. Menurut buku Multiple Discrimination: A Guide to Law and Evidence, perempuan sering mengalami diskriminasi interseksional yaitu dimana mereka mendapatkan diskriminasi atas perpotongan gender, kelas dan ia juga mendapatkan diskriminasi dari status kelompok yang dimilikinya.
Black feminism dan critical race feminism berfokus pada perempuan kulit hitam dan warna lainya, serta melihat penindasan yang dialami oleh perempuan karena penyamarataan atas ras dan gender. Dalam kriminologi, black dan critical race feminist memberi perhatian pada diskriminasi yang dialmai oleh perempuan diluar kulit putih dalam sistem peradilan pidana. Lesbian feminism menghubungan penindasan perempuan dengan heteroseksisme dan kontrol laki-laki terhadap ruang gerak perempuan. Third world feminisme melihat penindasan perempuan sebagai akibat dari eksploitasi ekonomi dalam pembangunan negara.
Multirasial feminisme dipelopori oleh perempuan kulit hitam yang menyadari kebutuhun untuk membangun sebuah perspektif yang dapat melihat gender secara berbeda dan yang tidak dibahas dalam perspektif-perspektif sebelumnya. Perspektif multirasial menekankan ras, kelas dan gender yang menyebabkan penindasan bagi kaum perempuan. Tiga konsep dasar dari feminisme multirasial yaitu pertama laki-laki dan perempuan juga dikarakteristikan dengan ras, kelas, seksualitas, umur dan kemampuan fisik dan aspek lainya. Jadi gender itu dikonstruksikan secara sosial melalui sistem ras, kelas, gender dan aspek lainya.
Kedua, feminisme multirasial memberi perhatian pada sistem keuasaan yang saling berpotongan dalam setiap level struktur sosial. Ketiga, feminisme multirasial memusatkan pada konsep hubungan. Hal itu mengasumsikan bahwa sekelompok orang secara sosial memiliki hubungan dengan sekelompok orang tertentu berdasarkan perbedaanya. Hal ini berarti perbedaan-perbedaan yang dimiliki perempuan itu terhubung dalam cara yang sistematis. Feminisme multirasial menyoroti hubungan antara dominasi dan subordinasi dan kekuasaan merupakan landasan dari perbedaan perempuan.
Menurut buku The Black Experience in America : The Immigrant Heritage in America Perbudakan ada di dalam hirarki masyarakat dimana para budak menempati posisi paling bawah dalam tatanan sosial yang tidak setara. Sementara itu, setiap masyarakat biasanya akan memilih budak yang berasal dari luar kelompok mereka agar mereka dapat melegitimasi superioritasnya.
• perbudakan di Amerika dikhususkan oleh tiga karakteristik: kapitalisme, individualisme, dan rasisme.
• hampir seluruh budak di Amerika adalah kulit hitam sehingga hal ini meberi label bahwa budak adalah orang-orang kulit hitam dan budaya afrika. Apabila seseorang telah bebas dan tidak menjadi budak, namun label seseorang untuk menjadi kulit hitam dan stereotipe lainya tidak akan pernah hilang.
• Tidak hanya orang-orang kulit putih saja yang yakin bahwa kulit putih adalah superior dan kulit hitam adalah inferior. Kepercayaan ini juga tertanam dalam menjadi bagian dari orang-orang kulit hitam. Hal ini dikarenakan adanya 5 tahap mereka bisa menjadi budak kulit putih dimana mereka harus (1) memiliki disiplin yang ketat (2) menyadari kerendahan dirinya (3) percaya bahwa majikanya memiliki kekuatan dan kekuasaan yang lebih darinya (4) penerimaan atas aturan yang dibuat oleh majikanya (5) memiliki rasa tidak berdaya dan bergantung karena kebutuhan mereka.





BAB III
Analisis
Mengacu pada deklarasi Hak Asasi Manusia yang diumumkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa“Setiap orang berhak ata semua hak dan kebebasan-kebebasanyang tercantum di dalam deklarasi ini dengan atau tidak ada pengeualian apapun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa agama, politik atau pandagan lain, asal-usul kebangsaaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran, ataupun kedudukan lain. Selain itu , tidak akan diadakan pemebedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dimana dari seseorang berasal.... ”. Namun permasalahan yang sampai saat masih sering terjadi yaitu mengenai diskriminasi berdasarkan ras dan warna kulit.
Amerika sebagai negara penganut Deklarasi Hak Asasi Manusia namun diskiriminasi mengenai ras paling kental terjadi disini. Ras kulit putih yaitu orang Amerika sendiri masih menganggap orang-orang kulit hitam sebagai ras kedua dan tersubodinasi. Berdasarkan data yang dikutip oleh FBI pada tahun 2009 kejahatan dengan kebencian atau hate crime terjadi sebanyak 6.604 kasus dengan motivasi terbanyak ras sebesar 4,075 disusul kedua oleh kebencian terhadap religi sebesar 1,575 dan ketiga disusul oleh orientasi seksual berbeda sebesar 1,482 danyang terakhir kebencian oleh etnik atau penduduk asli . Ras yang paling banyak menjadi korban diskriminasi adalah ras kulit hitam 71,5% dan yang menjadi pelaku hate crime tersebut paling banyak adalah ras kulit putih sebesar 62.4 % . Hal ini membutikan diskriminasi mengenai ras sampai saat ini masih terjadi.
Menurut CEDAW, diskriminasi terhadap perempuan sendiri diartikan sebagai pembedaan, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh, tujuan untuk mengurangi pengakuan. Berdasarkan definisi PBB kekerasaan terhadap perempuan diartikan sebagai setiap tindakan yang menghasilkan atau mungkin megakibatkan, kerugian fisik, seksual atau psikologis atau penderitaan untuk perempuan, termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan dengan sewenang-wenang atau perampasan kebebasan.

Di dalam jurnal Gonzalez, Montez Soledad, Challenging Custom: Domestic Violence and Women’s Struggles for Sexual and Reproductive Rights in aMexican Indian Region pelaku kekerasaan yang diderita oleh perempuan telah dibenarkan dengan alasan bahwa para perempuan tersebut tidak memenuhi standar yangdiharapkan baik perempuan, ibu atau istri sehingga pada saat yang sama laki-laki terpaksa berasumsi dan memenuhi ditentukan dengan ekspresi maskulinitas. Namun tetap saja kekerasan terhadap perempuan tidak dapat dibenarkan dengan berbagai macam alasan.
Adanya konsep patriarki dan konstruksi gender di dalam masyarakat membuat posisi perempuan semakin terpinggirkan. Ciri, peran, dan sifat laki-laki yang dijunjung tinggi masyarakat patriarki sangat berpengaruh terhadap posisi laki-laki dalam segalas aspek kehidupan dibandingkan perempuan. Perempuan dianggap tidak tegas, emosional, kurang rasional, dan selaliu bersinggungan dalam aspek reproduksi yang membuat perempuan dipandang sebelah mata dalam segala aspek kehidupan. Konstruksi budaya dalam masyarakat patriarki bahwa perenmpuan memiliki peran sebagai ibu rumah tangga, istri, dan memiliki anak. membuat posisi perempuan menjadi tersubordinasi dan menambah penderitaan tersendiri.







BAB IV
Penutup

Kesimpulan
Kelompok minoritas dalam hal ini, orang-orang kulit hitam seringkali dipinggirkan atau dikesampingkan. Perempuan kulit hitam dalam masyarakat disistematiskan dan distruturkan dalam 3 dimensi yaitu yang pertama ekonomi, perempuan kulit hitam seringkali dipekerjakan disektor pelayanan dan dijadikan budak. Kedua, perempuan kulit hitam tidak mendapatkan hak dan fasilititas termasuk pendidikan. Ketiga, perempuan kulit hitam dikontrol dan dibatasi membatasi kebebesanya. Akibatnya, kelompok minoritas tersebut menjadi rentan mengalami kekerasan dan diskriminasi. Pengalaman perempuan tidak dapat disamakan dikarenakan perempuan dikonstruksikan berbeda-beda pula. Diskriminasi yang dialami perempuan terkait pada sistem ras, kelas, dan gender yang saling mengunci. Karena itu, perempuan sering mengalami viktimisasi berlapis, dimana dia mengalami sistim opresi yang saling mengunci. Diskriminasi terhadap perempuan tidak hanya terjadi dalam relasi yang tidak seimbang, namun dalam relasi yang seimbang perempuan juga sering mengalamai diskriminasi karena statusnya sebagi perempuan.

Saturday, May 26, 2012

Industrialisasi Kehidupan

Buku semi antologi yang berjudul "Industrialisasi Kehidupan"

merupakan kumpulan tulisan penulis yang dibuat antara tahun 2010-2011. Penulis memutuskan untuk membukukan tulisan yang telah dibuatnya selama satu tahun tersebut ke dalam sebuah buku. Tulisan yang dibuat penulis merupakan opini-opini terhadap kasus-kasus yang terjadi pada tahun tersebut. Meskipun kasusnya spesifik, dapat digunakan sebagai referensi dalam menganalisa kasus yang bersifat umum.

Hal-hal yang dianalisa antara lain kasus masyarakat terkini (pada waktu itu) dan pendapat pribadi tentang pemuda beserta alam pikirannya. Terdapat juga penegasan terhadap suatu opini, namun analisanya berbeda. Sehingga buku ini memiliki berbagai perspektif yang beragam dalam tata cara berpikir. Tidak hanya mengkritik dan memberikan solusi, namun juga dapat menambah cara berpikir dengan konsep.

Sebagian besar tulisan dalam buku ini sebelumnya telah dipublikasikan di media cetak surat kabar Seputar Indonesia dan Website Okezone.com. Penjelasan yang sederhana dan praktis tersebut sangat cocok sebagai bahan bacaan ringan yang dapat memperkaya wawasan. Selanjutnya, buku ini pastinya akan menginspirasi para mahasiswa Indonesia untuk terus menuangkan pikirannya yang penuh dengan imajinasi dan kreatifitas melewati tulisan.

Kembali, buku ini berisi tentang analisa dan argumentasi mengenai isu-isu sosial dan politik yang terjadi di Indonesia. Bagi yang ingin menambah referensi, buku ini dapat membantu memperkaya wawasan dengan esai-esai ringan. Dapat dikatakan, keberagaman pemikiran dalam buku ini mengingatkan kita pada Madilog versi miniatur.